Mohon tunggu...
Indra Wardhana
Indra Wardhana Mohon Tunggu... Konsultan - Advance Oil and Gas Consulting

Expert in Risk Management for Oil and Gas, Security and Safety

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rusaknya Bangsa ini karena hilangnya Keadilan

5 Januari 2025   21:14 Diperbarui: 5 Januari 2025   22:18 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
( source: personal AI)

MA jangan  rusak Keadilan Bangsa ini   ! :  Kasus Harvey Moeis !

atau Bubarkan sistim Peradilan di Negeri ini !

 

"Ketika hukum diinjak oleh kesewenangan dan kemunafikan, rakyat tidak akan tinggal diam. Mereka akan melawan, bukan hanya untuk mempertahankan keadilan, tetapi demi menyelamatkan masa depan bangsa ini dari kehancuran."

Indra Wardhana SE, MSc HSE-aud

 

 

 

Dalam sejarah peradaban dunia, terdapat banyak teori hukum yang menekankan pentingnya keadilan dan penegakan hukum yang tegas. Salah satu tokoh penting adalah Aristoteles, yang menyatakan bahwa keadilan adalah bentuk moral tertinggi dan bahwa hukum harus melayani kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Konsep keadilan ini seharusnya menjadi landasan bagi setiap sistem hukum, termasuk di Indonesia. Ketika hukum tidak ditegakkan dengan adil, atau ketika pelaku kejahatan mendapatkan hukuman yang tidak setimpal, masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada sistem hukum yang ada.

Kritikan Tajam Terhadap Putusan Kasus Harvey Moeis

Kasus korupsi yang melibatkan Harvey Moeis telah memicu perdebatan luas mengenai keadilan dalam sistem hukum Indonesia. Vonis yang dijatuhkan, yaitu 6,5 tahun penjara untuk tindakan korupsi yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun, menunjukkan adanya ketidakadilan yang mencolok dalam penegakan hukum. Banyak pihak menilai bahwa hukuman ini sangat tidak proporsional jika dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan.

  1. Ketidakproporsionalan Hukuman:

    • Vonis 6,5 tahun penjara bagi Harvey Moeis sangat ringan jika dibandingkan dengan hukuman untuk pelaku kejahatan lain. Dalam konteks hukum, tindakan korupsi dengan kerugian negara yang besar seharusnya mendapatkan hukuman yang jauh lebih berat. Misalnya, pelaku penganiayaan berat dapat dijatuhi hukuman maksimal 7 tahun, sementara pelaku pencurian dengan kekerasan dapat dihukum hingga 12 tahun. Ini menimbulkan kesan bahwa tindakan korupsi dianggap kurang serius dibandingkan kejahatan lainnya.
  2. Karakter Hakim yang Dipertanyakan:

    • Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun dinilai terlalu berat. Keputusan ini mencerminkan lemahnya karakter hakim dalam menegakkan keadilan. Seharusnya, hakim memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan hukuman yang setimpal dengan dampak dari tindakan korupsi, yang jelas merugikan keuangan negara dan masyarakat. Ketidakberdayaan untuk memberikan hukuman yang tegas menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem peradilan.
  3. Dampak Negatif terhadap Masyarakat:

    • Vonis ringan ini dapat menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia. Masyarakat mungkin merasa bahwa hukum tidak adil dan tidak efektif dalam memberantas korupsi, yang dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi hukum. Jika pelaku korupsi tidak dihukum dengan tegas, tindakan serupa mungkin akan terus terjadi, menciptakan budaya impunitas.

 

Ketidakadilan dalam Hukuman Korupsi: Kasus Harvey Moeis

Kasus Harvey Moeis menjadi contoh nyata dari ketidakadilan dalam sistem hukum Indonesia. Dalam konteks ini, penting untuk membandingkan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku korupsi dengan hukuman bagi berbagai jenis kejahatan lainnya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan beberapa jenis kasus dan hukuman yang dikenakan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia:

Jenis Kasus

Pasal KUHP

Hukuman yang Dikenakan

Korupsi

Pasal 2, 3 UU No. 31/1999

Pidana penjara minimal 4 tahun, maksimal seumur hidup atau pidana mati, denda hingga Rp 1 miliar.

Penganiayaan Berat

Pasal 351

Pidana penjara maksimal 7 tahun.

Pencurian dengan Kekerasan

Pasal 365

Pidana penjara maksimal 12 tahun.

Penyalahgunaan Narkoba

Pasal 111, 112 UU No. 35/2009

Pidana penjara minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun, atau hukuman mati untuk kasus tertentu.

Tindak Pidana Terorisme

UU No. 15/2003

Pidana penjara maksimal seumur hidup atau hukuman mati.

Perampokan

Pasal 365

Pidana penjara maksimal 12 tahun.

Pencucian Uang

Pasal 3 UU No. 8/2010

Pidana penjara maksimal 20 tahun.

Kejahatan Seksual

Pasal 285

Pidana penjara maksimal 12 tahun.

Tindak Pidana Perdagangan Manusia

UU No. 21/2007

Pidana penjara minimal 3 tahun, maksimal 15 tahun.

 

Dari tabel di atas, terlihat betapa tidak seimbangnya hukuman yang diberikan kepada pelaku korupsi dibandingkan dengan jenis kejahatan lainnya. Hukuman yang lebih berat diberikan kepada pelaku kejahatan yang mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat, sementara tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara justru mendapatkan hukuman yang lebih ringan.

Perlunya Hakim Berkarakter Kuat dan Zero Tolerance terhadap Korupsi

Dalam menghadapi tantangan ini, sangat penting untuk memiliki hakim yang menjunjung tinggi keadilan dan memiliki karakter yang tegas dalam proses peradilan. Hakim harus mampu mempertimbangkan dampak dari tindakan korupsi tidak hanya kepada negara, tetapi juga kepada masyarakat secara keseluruhan. Mereka perlu menyadari bahwa korupsi merupakan kejahatan yang berdampak luas dan merusak kepercayaan publik.Prinsip zero tolerance terhadap korupsi harus diterapkan agar tidak ada tempat bagi pelaku korupsi dalam masyarakat. Hukuman yang lebih berat dan tegas harus diberikan untuk memastikan bahwa tindakan korupsi tidak lagi dianggap sebagai risiko yang dapat diterima. Dengan demikian, keadilan dapat ditegakkan dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dapat dipulihkan.

Kasus Harvey Moeis merupakan contoh nyata dari ketidakadilan dalam sistem hukum Indonesia. Vonis yang ringan bagi pelaku korupsi menunjukkan perlunya reformasi dalam penegakan hukum. Kita membutuhkan hakim yang berkarakter kuat dan tegas, yang mampu menjunjung tinggi keadilan dan memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku korupsi. Hanya dengan cara ini, kita dapat berharap untuk menciptakan sistem hukum yang efektif dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa tindakan korupsi akan dihadapi dengan konsekuensi yang serius.Dalam konteks ini, penting untuk mengingat ajaran dari sejarah, bahwa hukum harus berfungsi untuk melindungi kepentingan masyarakat dan menegakkan keadilan. Tanpa komitmen yang kuat dari semua pihak terkait, termasuk para penegak hukum, keadilan akan tetap menjadi impian yang jauh dari kenyataan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun