Hampir di setiap tikungan jalan, atau dimana saja yang teduh dan rindang, maka di situ pasti ada pedagang Nasi Timbel.
Penggemarnya juga bukan kaleng-kaleng, banyak. Dari beragam kalangan; anak sekolah, mahasiswa, karyawan, nyaris semua pernah atau suka makan di Nasi Timbel.
Tidak ada yang spesial yang disediakan oleh pedagang Nasi Timbel, semuanya standar dan biasa saja. Malah relatif tamplate.
Ada sambal dadakan langsung dari cobek, lalaban, serta beragam gorengan juga lauk pauk yang bisa dengan leluasa dipanaskan lagi, digoreng lagi di wajan besar yang minyak gorengnya kadang sudah hitam sekali.
"Suka banget sih ke Timbel ini?," tanya Weli ke Siska teman kantornya.
"Gak tau, ke pelet banget gue sama Timbel ini, kalau makan siang, keluar ya ke Nasi Timbel aja, tapi yang ini," jawab Siska.
"Iya kenapa?," Weli penasaran.
"Sambelnya juara sih," jelas Siska.
Weli dan Siska dua orang karyawan salah satu BUMN di kota ini. Mereka sudah kerja sama-sama sejak 3 tahun terakhir. Kebetulan Siska memang pendatang dari Bandung, sedangkan Weli, lahir juga tumbuh besar dan berkarier di kota ini.
Pada urusan kerja di kantor, Weli dan Siska ini termasuk teman seangkatan, sehingga mereka jadi begitu akrab, apalagi mereka juga ada di bagian kerja yang sama, marketing.
"Heran, padahal depan kantor juga kan ada," Weli terus saja menggurutu.