Mohon tunggu...
indra Tranggono
indra Tranggono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Heroisme Mangkubumi dalam Kemasan "Good Looking"

7 Desember 2024   10:27 Diperbarui: 8 Desember 2024   06:53 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oligarki Kolonial

Jangan menganggap oligarki hanya ada di zaman sekarang. Oligarki --penguasa modal yang mendikte kekuasaan-- sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda atas wilayah nusantara, yang kemudian menjadi negara Indonesia.

VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) terbukti tak hanya berdagang tapi juga menjajah bangsa kepulauan nusantara, Melalui berbagai tentakel atau lengan-lengan kekuasaannya, mereka menghisap bangsa nusantara secara keji. Bisa melalui kekerasan fisik, kekerasan sosial, politik, budaya, ekonomi dan kekerasan psikologis. Rakyat nusantara pun hanya jadi obyek eksploitasi.

Cawe-cawe dan represi VOC juga terjadi di wilayah kekuasaan Mataram Islam (kerajaan Surakarta) di bawah raja Sunan Pakubuwana II pada abad 18. Karena telah membantu Pakubuwana II meredam perlawanan atau pemberontakan rakyat (dalam peristiwa yang dikenal dengan huru-hara China atau Geger Pecinan, VOC memaksa Pakubuwana II untuk menandatangani Surat Perjanjian. Pakubuwana II tak berdaya. . Maka, VOC pun mendapatkan uang dalam jumlah besar dari Paku Buwono II, sebagai ganti biaya perang..

Selain itu, VOC berhasil menguasai pelabuhan pesisir utara Jawa meliputi Tegal, Pekalongan, sampai Tuban, meskipun dengan dalih sewa. VOC juga melarang orang-orang Jawa membuat perahu. Ini berarti menutup akses orang-orang Jawa untuk berdagang dan mencari penghidupan dari hasil laut. Ketentuan itu masih ditambah: VOC diperbolehkan membangun benteng pertahanan di dekat keraton Kasunanan Surakarta.

Dampak surat perjanjian itu sangat berat, baik bagi pihak kerajaan Surakarta maupun kaum kawulanya. Terjadi pemiskinan dan perampasan hak-hak warga dalam mencari penghidupan. Tak ayal, hal itu memuat Pangeran Mangkubumi, adik Pakubuwana II, gelisah dan murka. Perlawanan terhadap VOC dan seluruh oligarki kolonial pun dikobarkan. Mangkubumi, dengan dukungan rakyat, bertekad mengusir penjajah dari tanah Jawa. 

Perjuangan ini didukung Pakubuwana II, secara diam-diam. Baik dukungan logistik, senjata, maupun "sipat kandel" (pusaka) Tombak Kyai Pleret yang dikenal sakral dan ampuh. Perlawanan Mangkubumi pun berhasil. Penjajah pun terdesak. Puncaknya, pasca Perjanjian Giyanti 1755, Mangkubumi mendirikan keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan menjadi raja dengan gelar Sultan Hamengku Buwana I.

Perjanjian Giyanti, 13 Februari 1755 atau dikenal "Palihan Nagari" menjadi tonggak sejarah sangat penting khususnya bagi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Perjanjian itu membagi Jawa atau Kerajaan Mataram Islam menjadi dua bagian yaitu Kasunanan Surakarta dan Keraton Ngayogyakarta.

Ketoprak dan Pemangku Kepentingan

Teater tradisional Jawa ketoprak sengaja dipilih sebagai media penghadiran gagasan dan kreativitas estetik, karena beberapa alasan. Pertama, ketoprak merupakan bagian dari ikon kultural Yogyakarta, meskipun ia berasal dari Surakarta. Ikon itu dilahirkan dari proses yang panjang. Yakni, sejak era ketoprak barangan atau kelilingan, ketoprak latar (main di halaman), ketoprak pendapan, ketoprak tobong, ketoprak radio sampai ketoprak televisi.

Kehadiran yang konstan dan kontinu serta perkembangan yang menyertainya, telah menciptakan tradisi ketoprak. Ini terjadi baik di kalangan masyarakat seniman ketoprak maupun masyarakat penonton. Tradisi ketoprak tersebut berakar pada ekspresi, kreativitas dan inovasi secara bentuk serta konten tematik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun