Oleh Indra Tranggono
Esais dan Praktisi Budaya
Ketoprak tidak harus selalu dihadirkan secara konvensional dan "kuna" (menolak nilai-nilai baru). Namun juga bisa dicreate menjadi sajian yang aktual dan menarik secara bentuk dan konten.
Di tangan sutradara RM Altiyanto, ketoprak disajikan dalam kemasan yang "good looking": enak dipandang dan indah ditonton. Juga mudah dipahami, dinikmati dan mengesankan. Repertoar ketoprak bertajuk "Hadeging Ngayogyakata" ("Pangeran Mangkubumi") garapan sutradara RM Altiyanto, membuktikan tesis itu.
Pementasan Ketoprak Narapraja ini digelar Jumat (6/12/2024) di Taman Budaya Embung Giwangan Yogyakarta. Dihelat Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, sajian ini melibatkan puluhan aparatur sipil negara (ASN) lingkungan Pemda Kota Yogyakarta. Ia juga menjadi bagian dari peringatan HUT Kota Yogyakarta yang ke 268 dan Festival Yogya Kota.
RM Altiyanto menafsirkan lakon yang bersumber dari tulisan Handung Kussudyarsana dan ditulis Bondan Nusantara, dengan pendekatan yang terbuka: memungkinkan munculnya dramaturgi alternatif dan pelbagai unsur seni pertunjukan. Dalam dramaturgi muncul berbagai adegan yang menggunakan pola-pola teater modern yakni, sistem blocking, grouping, pola lantai, irama permainan dan suasana dramatik yang efektif dan dinamis. Juga pelbagai elemen seperti slide atau video yang menampilkan gambar-gambar yang berfungsi sebagai setting. Tak ketinggalan koreografi dan garapan musik yang cenderung kontemporer, dengan menggabungkan instrumen tradisional gamelan dengan instrumen Barat (kibor, terompet dll).
Adapun kostum konvensional kejawen masih digunakan guna menjadi penanda kosmologi ketoprak. Dengan cara itu, RM Altiyanto telah menampilkan ketoprak dengan spirit tradisi Jawa-Mataraman dengan kemasan kekinian. Untuk kerja besar itu, Altiyanto dibantu asisten sutradara: Joko Lisandono, Harin Setyandari, dan Okie Surya Ikawati. Juga tim produksi: Manasye Kristi Suryatmojo, Ardi KS Wijaya, Daun P Widagdo dan penata musik Unggul Sukses Selalu.
Layak dicatat, Altiyanto berupaya mendinamisasi seni ketoprak agar selalu berkembang sesuai tuntutan zaman. Selain itu, ia juga berupaya semakin mendekatkan ketoprak pada generasi milenial, sebagai bentuk pewarisan nilai-nilai kearifan lokal.
Yetti Martanti, S.Sos., MM. kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, memaknai pergelaran ketoprak ini sebagai upaya pemberdayaan potensi seni dan budaya para ASN di lingkungan Pemda Kota Yogyakarta. Selain itu juga sebagai wahana silaturahmi dan interaksi kreatif antar ASN. Hal yang tak kalah penting adalah upaya menjadikan ASN bisa "manjing ajur-ajer" atau lebur, luluh dengan masyarakat. Kedua pihak jadi tidak berjarak dan dampak yang diharapkan: pelayanan terhadap publik pun semakin optimal.
Pementasan ini harus menembus kendala hujan yang panjang, padahal ia digelar di teater terbuka. Atap hanya melindungi ruang pementasan, sehingga puluhan penonton harus "bertarung" dengan hujan. Namun mereka tetap bertahan hingga pertunjukan usai. Untung panitia menyediakan mantel dan payung. Ini menunjukkan sajian ketoprak Narapraja ini cukup memikat. Basah dan dingin jadi tak terasa menyengat.