Terminal 3, atau Mengendarai Gelombang berisi puisi-puisi esai yang bicara tentang arus besar pemikiran yang berkecamuk di dalam benak Isti. Juga sikap Isi atas berbagai perubahan atau stagnasi pasca Reformasi.
Puisi, akhirnya tak bisa hanya dipahami dan diterima sebatas karya sastra.. Puisi menandai gerak dinamika zaman. Menjadi alamat kebudayaan bagi bangsa untuk menelisik pelbagai perubahan. Juga mengandung renungan-renungan yang mencerahkan. Dan, Isti berupaya untuk mewujudkan semua gagasan ideal itu, melalui puisi-puisi esainya.
Puisi-puisi esai karya Isti berupaya merekam dan menghadirkan dinamika pikiran dan jiwa Isti terkait dengan pelbagai pengalaman hidupnya, baik yang pahit-getir seperti jamu broto wali maupun yang manis dan indah,misalnya berelasi dengan romantisme percintaan.
Dalam puisi-puisi esainya, kita bisa menangkap proses mobilitas vertikal Isti menuju pada kepribadian yang memiliki karakter: keteguhan sikap, integritas dan komitmen. Isti pun melakukan transendensi diri, di mana ia memaknai segala persoalan kehidupan secara kritis dan berjarak, lalu melampauinya melalui proses pemaknaan atas nilai-nilai ideal dan universal. Sehingga muncul berbagai gagasan alternatif berbalut keindahan yang Mencerahkan, menyentuh dan menggugah kesadaran.
*)Indra Tranggono, sastrawan dan aktivis budaya, tinggal di Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H