Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menjamurnya Desa Wisata di Bali di Tengah Tantangan Masa Kini

5 November 2023   08:22 Diperbarui: 5 November 2023   21:59 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengembangan Destinasi Desa Wisata di Bali | Sumber Dok. Shutterstock/ Puspa Mawarni168 via KOMPAS.com

Desa Wisata Tenganan banyak dikunjungi karena di lokasi ini wisatawan melihat kebiasaan masyarakat Bali tempo dulu yang masih terjaga turun temurun. Desa Wisata Jatiluwih yang masuk sebagai kawasan heritage dari Unesco. Di Jatiluwih, pengunjung bisa menikmati keindahan sawah dengan sistem terasering. Uniknya sawah di Jatiluwih ditanam oleh padi jenis beras merah. 

Tantangan Pengembangan Desa Wisata Saat Ini

Meskipun desa wisata menjamur di Bali nyatanya tidak semua masuk kategori mandiri. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Bali mencatat saat ini dari ratusan desa wisata yang ada baru sekitar 30 desa wisata yang dinilai sebagai desa mandiri dan maju, 101 desa wisata masih bersifat rintisan, 107 desa wisata kategori berkembang. 

Kemandirian desa wisata dimana desa mampu menarik jumlah wisatawan dalam jumlah besar, mampu mengelola keuangan untuk operasional dan pengembangan desa serta masyarakat merasakan dampak sosial ekonomi yang positif. 

Kawasan Wisata Jatiluwih | Sumber Detik.com
Kawasan Wisata Jatiluwih | Sumber Detik.com

Sayangnya masih banyak desa wisata yang homogen dimana nilai jual sudah umum dan tidak ada nilai keunikan. Masyarakat dan Pemda berlomba-lomba mengemas desa dengan pemandangan sawah yang luas dan asri mengacu pada Desa Jatiluwih dan Tegallalang. 

Dibangun fasilitas jogging track, wisata jelajah sawah hingga cafe di pinggir sawah. Ketika konsep ini terlalu menjamur maka wisatawan menjadi kurang tertarik berkunjung. Mereka lebih memilih desa wisata yang sudah dikenal. 

Dampaknya jumlah kunjungan desa wisata baru dengan konsep umum tergolong rendah. Contoh sederhana di dekat tempat tinggal saya di Tabanan ada desa yang masuk pengembangan desa wisata. Saya yang tinggal di dekat desa tersebut tidak sadar bahwa desa ini masuk desa wisata. 

Ini karena kunjungan wisatawan tidak tinggi dan hanya menjual pemandangan alam berupa sawah dan aliran sungai yang asri. Tidak ada fasilitas pendukung yang berbeda misalkan ada kegiatan outbound, paintball, atau pentas seni yang menjadi desa ini sedikit berbeda dengan desa wisata lain. 

Teman saya pun yang kerap terlibat dalam program pembinaan desa di Bali mengatakan seharusnya keberadaan desa wisata tidak saling bersaing namun harus saling melengkapi. Untuk itu penerapan One Village One Local Wisdom atau One Village One Product (OVOP) sangat penting diterapkan. 

Misalkan di Kabupaten Tabanan terdapat 5 desa yang potensial untuk jadi Desa Wisata dan jaraknya berdekatan. Desa A bisa difokuskan pada wisata alam yang asri, Desa B fokus pada sentra kerajinan dan seni budaya, Desa C fokus kuliner lokal, Desa D fokus pada atraksi wisata, dan Desa E fokus pada sosial masyarakat. 

Alhasil wisatawan bisa menikmati keseluruhan desa wisata karena setiap desa menawarkan sensasi dan pengalaman berbeda. Tentu saja cara ini bisa meningkatkan pendapatan bagi desa serta tidak ada persaingan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun