Desa Wisata Tenganan banyak dikunjungi karena di lokasi ini wisatawan melihat kebiasaan masyarakat Bali tempo dulu yang masih terjaga turun temurun. Desa Wisata Jatiluwih yang masuk sebagai kawasan heritage dari Unesco. Di Jatiluwih, pengunjung bisa menikmati keindahan sawah dengan sistem terasering. Uniknya sawah di Jatiluwih ditanam oleh padi jenis beras merah.Â
Tantangan Pengembangan Desa Wisata Saat Ini
Meskipun desa wisata menjamur di Bali nyatanya tidak semua masuk kategori mandiri. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Bali mencatat saat ini dari ratusan desa wisata yang ada baru sekitar 30 desa wisata yang dinilai sebagai desa mandiri dan maju, 101 desa wisata masih bersifat rintisan, 107 desa wisata kategori berkembang.Â
Kemandirian desa wisata dimana desa mampu menarik jumlah wisatawan dalam jumlah besar, mampu mengelola keuangan untuk operasional dan pengembangan desa serta masyarakat merasakan dampak sosial ekonomi yang positif.Â
Sayangnya masih banyak desa wisata yang homogen dimana nilai jual sudah umum dan tidak ada nilai keunikan. Masyarakat dan Pemda berlomba-lomba mengemas desa dengan pemandangan sawah yang luas dan asri mengacu pada Desa Jatiluwih dan Tegallalang.Â
Dibangun fasilitas jogging track, wisata jelajah sawah hingga cafe di pinggir sawah. Ketika konsep ini terlalu menjamur maka wisatawan menjadi kurang tertarik berkunjung. Mereka lebih memilih desa wisata yang sudah dikenal.Â
Dampaknya jumlah kunjungan desa wisata baru dengan konsep umum tergolong rendah. Contoh sederhana di dekat tempat tinggal saya di Tabanan ada desa yang masuk pengembangan desa wisata. Saya yang tinggal di dekat desa tersebut tidak sadar bahwa desa ini masuk desa wisata.Â
Ini karena kunjungan wisatawan tidak tinggi dan hanya menjual pemandangan alam berupa sawah dan aliran sungai yang asri. Tidak ada fasilitas pendukung yang berbeda misalkan ada kegiatan outbound, paintball, atau pentas seni yang menjadi desa ini sedikit berbeda dengan desa wisata lain.Â
Teman saya pun yang kerap terlibat dalam program pembinaan desa di Bali mengatakan seharusnya keberadaan desa wisata tidak saling bersaing namun harus saling melengkapi. Untuk itu penerapan One Village One Local Wisdom atau One Village One Product (OVOP) sangat penting diterapkan.Â
Misalkan di Kabupaten Tabanan terdapat 5 desa yang potensial untuk jadi Desa Wisata dan jaraknya berdekatan. Desa A bisa difokuskan pada wisata alam yang asri, Desa B fokus pada sentra kerajinan dan seni budaya, Desa C fokus kuliner lokal, Desa D fokus pada atraksi wisata, dan Desa E fokus pada sosial masyarakat.Â
Alhasil wisatawan bisa menikmati keseluruhan desa wisata karena setiap desa menawarkan sensasi dan pengalaman berbeda. Tentu saja cara ini bisa meningkatkan pendapatan bagi desa serta tidak ada persaingan.Â