Ada pepatah lama mengatakan Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina atau Gapailah Mimpi Setinggi Langit.Â
Kedua pepatah yang menekankan kita untuk meraih cita-cita termasuk dalam dunia pendidikan. Bersyukur saat ini saya diberi kesempatan menempuh kuliah Magister di salah satu kampus negeri di Bali.Â
Ada beberapa hal yang memotivasi saya lanjut pendidikan ke S2. Alasan pertama, dulu saat SMA sempat ada tes IQ dimana salah satu hasil menjelaskan saya direkomendasikan untuk kuliah hingga S1. Muncul rasa tertantang, masa saya gak bisa lanjut S2 kalau nanti selesai S1. Rasa ini yang membuat saya termotivasi untuk bisa menempuh pendidikan S2.Â
Alasan kedua, termotivasi kesuksesan para teman S1. Banyak teman-teman terdekat jaman S1 sudah berhasil menamatkan studi S2. Ada yang masih linier, ada juga yang berpindah keilmuan. Ada yang studi di dalam negeri dan ada yang berhasil lulus dari kampus Top di luar negeri.Â
Jujur saya ikut terpacu, saya juga harus bisa seperti mereka. Bisa kuliah hingga S2 meskipun dulu bermimpi ingin lanjut S2 diluar negeri namun apa daya kesempatan datang di dalam negeri.Â
Alasan ketiga, dipaksa orang tua. Ibu saya menjadi pendorong saya untuk lanjut kuliah. Sebenarnya saya masih berencana sekitar 2-3 tahun kedepan untuk lanjut S2. Namun ibu saya bilang mumpung lagi penemapatan di Bali jadi harus daftar S2. Khawatir semakin tambah usia, rasa lanjut kuliah akan berkurang karena sudah malas berpikir, sudah nyaman vekerja atau sudah ada tuntutan lain.Â
Alasan terakhir, pembuka jalan dalam keluarga besar. Karena saya salah satu cucu terbesar di keluarga ibu diharapkan bisa jadi pembuka jalan bagi adik-adik sepupu lain dikemudian hari.Â
Saya akui keluarga besar bukanlah orang dengan finansial baik. Keluarga ibu saya dari 9 orang hanya 1 orang saja yang bisa merasakan bangku kuliah. Ketika saya lanjut S1 meski harus vakum selama 2 tahun setelah lulus menjadi penyemangat bagi adik-adik sepupu bahwa mereka pun bisa lanjut kuliah.Â
Setelah merasakan suasana bangku S1 dan S2 ternyata menciptakan banyak kesan. Ada suka duka kuliah dengan lingkungan akademik yang berbeda. Apa saja itu?Â
Sistem Pengenalan Kampus
Dulu saat S1 dikenal istilah Ospek yang dilakukan dosen ataupun senior kepada mahasiswa baru. Mulai dari pengenalan visi misi, pemaparan suasana kuliah, hingga tugas ala senior kepada junior yang bikin pusing.Â
Suasana pengenalan kampus saat S2 terasa berbeda. Saya sempat sharing dengan beberapa teman yang juga lanjut S2 baik di dalam negeri atau luar negeri. Hampir ada kesamaan karena suasana pengenalan kampus santai bahkan tidak sedikit kampus yang tidak mengadakan Ospek bagi mahasiswa baru S2.Â
Jika dulu S1, kita memulai perkuliahan bersama-sama dengan menempatkan mahasiswa mulai dari 0. Jika jurusan/Program studi bisa didaftar oleh siswa lintas ilmu seperti IPA/IPS/Bahasa/Kejuruan, perkuliahan tetap dilakukan bersama karena materi dibuka dengan mata kuliah dasar.Â
Berbeda dengan S2 dimana jika mahasiswa berasal dari keilmuan berbeda/tidak linear maka diwajibkan mengikuti matrikulasi terlebih dahulu sebelum memasuki masa kuliah. Tujuan agar mahasiswa mendapatkan bekal atau pemahaman dasar tentang keilmuan yang diambil.Â
Ini agar mahasiswa non linear bisa memiliki pemahaman sama dengan mahasiswa linear saat masa kuliah dimulai. Saya pun mengikuti matrikulasi karena jurusan yang diambil tidak linear dengan jurusan saat S1. Matrikulasi biasanya 1-2 bulan tergantung kebijakan universitas.Â
# Aktivitas Mahasiswa Diluar Kuliah
Saya begitu menikmati aktivitas mahasiswa diluar kuliah semasa S1. Saya termasuk suka mengikuti beragam organisasi dan kepanitian untuk mencari pengalaman, teman dan sertifikat. Seingat saya dulu pernah ikut lebih dari 10 organisasi kampus selama masa S1.Â
Kondisi ini nyaris tidak saya rasakan saat S2. Dulu saya termasuk tipe Kura-Kura alias Kuliah Rapat-Kuliah Rapat kini menjadi Kupu-Kupu alias Kuliah Pulang-Kuliah Pulang.Â
Meskipun di S2 masih ada himpunan mahasiswa namun kondisinya berbeda dengan semasa S1. Ini karena tidak sedikit mahasiswa S2 yang sudah bekerja sehingga mereka sudah merasa lelah dengan aktivitas kerja dan kuliah sehingga memilih vakum dari kegiatan organisasi.Â
# Interaksi Mahasiswa
Dulu saat S1, saya kenal dengan semua teman amgkatan. Padahal saat itu ada 3 kelas yang dibuka dengan kurang lebih 105 mahasiswa. Biasanya tahun pertama kenal baru kenal 50 persen namun tahun kedua sudah kenal semua
Seorang teman saya yang terkenal mudah akrab sudah hafal nama dan kenalan demgan semua teman seangkatan. Ini karena biasanya kita semakin kenal ketika tugas kelompok, nongkrong di kampus, organisasi/kepanitian atau berada di lingkungan kos sama.Â
Ini berbeda saat saya di S2. Meskipun teman angkatan hanya 2 kelas sekitar 57 orang namun saya belum mengenal semua. Bahkan dengan teman 1 kelas pun banyak yang belum akrab. Jangan harap bisa saling kenal dengan mahasiswa S2 dari jurusan lain.Â
Alasan utama karena minimnya interaksi karena mayoritas adalah mahasiswa Kupu-Kupu serta di semester 2 sudah fokus pada konsentrasi . Alhasil belum bisa mengenal lebih dalam teman sekelas atau dari kelas lain.Â
Tidak hanya itu saat S1 karena rata-rata teman seangkatan rentang usia masih berdekatan sehingga mudah akrab, bisa menyapa langsung nama atau nongkrong selepas kuliah. Di S2, usia mahasiswa sangat beragam.Â
Ada yang lulus S1 langsung lanjut S2 ataupun ada yang sudah kerja dan berusia diatas 30 tahun baru lanjut S2. Mahasiswa S2 pun banyak yang sudah berkeluarga dan memiliki anak.Â
Jangan kaget memanggil teman angkatan dengan sebutan pak, ibu, kakak atau adik. Contoh saya yang sudah usia di atas 30 tahun kerap disapa bapak. Terasa sudah tua sekali, hehe. Disinilah ada sekat pemisah, yang muda sungkan berinteraksi dengan yang tua. Yang tua kerap lebih nyaman interaksi dengan seusia.Â
# Suasana Belajar
Dulu semasa semester pertama S1, saya masih syok dengan adaptasi kuliah. Tugas dan presentasi, melihat teman aktif bertanya atau melihat beragam karakter teman yang berbeda.Â
Ada mahasiswa yang sudah terlihat pintar, merasa salah jurusan, kritis atau bahkan suka cari muka dan senang memberikan pertanyaan membantai saat presentasi atau diskusi. Ironisnya mahasiswa kerap berpendapat tanpa landasan sumber/data/fakta yang akurat sehingga dulu dikenal istilah Asbun alias Asal Bunyi.
Berbeda dengan situasi S2, saya melihat karakter teman seangkatan saya kritis dan berbobot. Penyebabnya karena mereka sudah dibekali teori semasa S1 dan ditambahkan pengalaman hidup/kerja yang lebih nyata atau aplikatif.Â
Pola pembelajaran S2 lebih banyak diskusi atau studi kasus sehingga setiap pendapat yang disampaikan mahasiswa memberikan informasi baru bagi yang lain. Mahasiswa S2 pun dituntut untuk memperkaya wawasan dengan membaca banyak jurnal terakreditasi sehingga pemahaman lebih matang.Â
***
Ada suasana berbeda ketika saya mengambil S1 dan S2. Pengalaman ini mungkin saja berbeda dengan pembaca yang juga sedang di fase sama atau sudah selesai menamatkan S2. Kebetulan saat ini saya mengambil studi Ilmu Manajemen sehingga pengalaman dengan studi lain pun bisa berbeda.Â
Tapi berdasarkan hasil mengobrol dengan teman yang juga sudah S2 menyatakan memang atmosfer kuliah S1 lebih berkesan dibandingkan S2. Apakah sobat pembaca setuju?Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H