Akibat banyak tenant yang memilih tutup atau tidak lanjut kontrak membuat mal gadget dan elektronik harus melakukan banyak efisiensi.Â
Saya pernah berkunjung ke salah satu ITC dan harus mengeluarkan tenaga ekstra. Mencari barang di lantai 3 dengan eskalator dan lift mati. Otomatis harus menggunakan eskalator layaknya naik tangga.
Belum lagi fasilitas penunjang seperti toilet yang tidak terawat, bau pesing dan sampah kotor. Ini karena manajemen mal tidak memiliki budget lebih karena minimnya pemasukan.Â
Jangan heran banyak pengunjung kapok datang ke mal pusat gadget dan elektronik karena merasa tidak nyaman, capek dan tidak sesuai ekspektasi. Perlahan pengunjung menjadi sepi dan penjual mulai kehilangan omzet.Â
#4. Persaingan Kian Ketat
Hal menarik ketika pengunjung kalah jumlah dengan penjual membuat persaingan kian ketat. Bayangkan 1 pengunjung yang baru masuk mal bisa dihampiri 3-5 sales menawarkan produk.Â
Ketika kita mengunjungi sebuah toko/tenant, sales tenant lain berusaha mengoda untuk kita pindah ke tenantnya. Bisa dibilang ada kelebihan tersendiri di mana perang harga dan layanan bisa menguntungkan pembeli.Â
Saya pernah memasuki 3 tenant laptop di mal. Masing-masing memberikan harga berbeda untuk 1 tipe laptop sama. Akhirnya setelah survei, saya mendapatkan penjual yang saya anggap harganya paling murah.Â
Bayangkan harga yang saya dapatkan bisa selisih 300 ribuan. Ternyata banyak tenant yang sebenarnya tidak memiliki barang. Ketika ada pengunjung dan menanyakan sebuah tipe produk.Â
Sales akan meminta pengunjung menunggu dan ia meminjam barang dari toko lain. Wajar jika harga akan dinaikan agar si sales atau penjual mendapatkan untung tinggi.Â
Tidak hanya itu jika kita mau teliti kadang harga yang ditawarkan di e-commerce jauh lebih murah dibandingkan di tenant. Ini yang membuat sales harus berusaha keras meyakinkan konsumen yang sempat membandingkan harga produk di e-commerce.Â