Perlu diakui jika pandemi telah mengubah perilaku belanja masyarakat saat ini. Apalagi sempat ada pembatasan aktivitas ekonomi dimana pusat perbelanjaan ditutup selama nyaris 1 tahun sebagai pencegahan Covid-19.Â
Disisi lain e-commerce mengalami peningkatan permintaan. Ini karena hanya memesan via online, membayar dan tinggal menunggu barang diterima. Tidak perlu bersusah payah pergi ke pusat perbelanjaan yang rentan terjadi penularan virus atau tidak perlu membayar parkir kendaraan karena kini membeli cukup dari gadget.Â
Contoh sederhana kita ingin membeli mouse laptop seharga Rp 100.000. Datang langsung ke pusat belanja maka kita akan mengeluarkan BBM 1 liter untuk pulang pergi, bayar parkir Rp 5.000 serta bisa jadi ada pengeluaran lain yang tidak terduga seperti membeli minuman karena sudah bepergian jauh. Kita pun pasti memerlukan waktu lama mulai berangkat hingga balik ke rumah.Â
Bandingkan saat ini hanya buka e-commerce hanya tinggal memilih mouse sesuai kesukaan dan budget. Sudah menemukan tinggal bayar. Bahkan kerap ada promo bebas biaya kirim (free ongkir) yang membuat kita bisa berhemat banyak.Â
#2. Kurangnya Dukungan Manajemen Mal
Saya sempat mengobrol dengan salah satu penjual di pusat belanja. Ia merasa kesal karena manajemen mall seakan kurang berupaya menciptakan event atau promo menarik bagi pengunjung. Harapan dengan adanya banyak event atau promo dari mal maka bisa membuat mal tampak hidup dan peluang belanja pun besar.Â
Pemilik tenant merasa harus berjuang sendiri-sendiri untuk menarik konsumen. Padahal membuat pengunjung untuk datang ke mal pusat retail gadget dan elektronik adalah mereka yang memang sedari awal sudah ada niat mencari sesuatu. Bukan mereka yang hanya sekadar lewat dan penasaran dengan isi mal.Â
Berbeda dengan mall belanja yang kerap menghadirkan pameran, live music saat malam minggu, atau event perlombaan sehingga bisa menarik orang datang ke mal. Dari sekadar cuma penasaran bisa berubah menjadi konsumtif.Â
# 3. Fasilitas yang Kurang Layak