Hari ini saya cukup kaget ketika melintasi sebuah pusat pertokoan gadget dan perangkat komputer terbesar di Denpasar yang ternyata sudah tutup. Toko ini sekilas mirip dengan ITC Roxy, ITC Mangga Dua atau ITC Cempaka Mas yang menjadi pusat jual beli perangkat komputer, laptop dan aksesoris elektronik lainnya.Â
Terlihat bangunan megah tampak sepi dan pintu masuk tertutup padahal waktu saat itu masih sore hari. Padahal beberapa bulan lalu saya masih berkunjung membeli laptop di mal tersebut. Saya sudah 3 kali membeli laptop di mal ini karena memang dikenal banyak tenant komputer dan laptop.Â
Saya akui pada kunjungan terakhir sekitar Oktober 2022, mal ini sudah terlihat sepi. Meskipun berlantai 4 namun banyak tenant yang tutup. Bahkan hanya lantai 1 dan 2 saja yang masih tampak penjual meskipun jumlah penjual terlihat lebih banyak dibandingkan pembeli.Â
Berbeda jauh saat 10 tahun lalu saat membelikan laptop untuk adik di mal yang sama. Saat itu masih ramai bahkan ketika baru masuk mal saja sales langsung mendekati dan menanyakan mau mencari apa atau sekadar menyodorkan brosur.Â
Entah kenapa suasana ini juga mirip saat saya mengunjungi ITC di Surabaya dan di Jakarta. Dulu ITC seakan populer dan jadi referensi utama mencari perangkat komputer atau laptop. Kini justru ditinggalkan pengunjung.Â
Berbanding terbalik di mana teknologi justru mengalami perkembangan pesat dalam 10 tahun terakhir. Kebutuhan komputer maupun laptop masih tinggi karena digunakan untuk kerja, pendidikan (sekolah/kuliah) hingga hiburan seperti main game/menonton.
Kita tidak bisa menutup mata ada 4 faktor yang mungkin jadi biang kerok mengapa mal retail gadget dan komputer mulai sepi pengunjung.Â
#1. Perubahan Perilaku Belanja Masa Kini
Perlu diakui jika pandemi telah mengubah perilaku belanja masyarakat saat ini. Apalagi sempat ada pembatasan aktivitas ekonomi dimana pusat perbelanjaan ditutup selama nyaris 1 tahun sebagai pencegahan Covid-19.Â
Disisi lain e-commerce mengalami peningkatan permintaan. Ini karena hanya memesan via online, membayar dan tinggal menunggu barang diterima. Tidak perlu bersusah payah pergi ke pusat perbelanjaan yang rentan terjadi penularan virus atau tidak perlu membayar parkir kendaraan karena kini membeli cukup dari gadget.Â
Contoh sederhana kita ingin membeli mouse laptop seharga Rp 100.000. Datang langsung ke pusat belanja maka kita akan mengeluarkan BBM 1 liter untuk pulang pergi, bayar parkir Rp 5.000 serta bisa jadi ada pengeluaran lain yang tidak terduga seperti membeli minuman karena sudah bepergian jauh. Kita pun pasti memerlukan waktu lama mulai berangkat hingga balik ke rumah.Â
Bandingkan saat ini hanya buka e-commerce hanya tinggal memilih mouse sesuai kesukaan dan budget. Sudah menemukan tinggal bayar. Bahkan kerap ada promo bebas biaya kirim (free ongkir) yang membuat kita bisa berhemat banyak.Â
#2. Kurangnya Dukungan Manajemen Mal
Saya sempat mengobrol dengan salah satu penjual di pusat belanja. Ia merasa kesal karena manajemen mall seakan kurang berupaya menciptakan event atau promo menarik bagi pengunjung. Harapan dengan adanya banyak event atau promo dari mal maka bisa membuat mal tampak hidup dan peluang belanja pun besar.Â
Pemilik tenant merasa harus berjuang sendiri-sendiri untuk menarik konsumen. Padahal membuat pengunjung untuk datang ke mal pusat retail gadget dan elektronik adalah mereka yang memang sedari awal sudah ada niat mencari sesuatu. Bukan mereka yang hanya sekadar lewat dan penasaran dengan isi mal.Â
Berbeda dengan mall belanja yang kerap menghadirkan pameran, live music saat malam minggu, atau event perlombaan sehingga bisa menarik orang datang ke mal. Dari sekadar cuma penasaran bisa berubah menjadi konsumtif.Â
# 3. Fasilitas yang Kurang Layak
Akibat banyak tenant yang memilih tutup atau tidak lanjut kontrak membuat mal gadget dan elektronik harus melakukan banyak efisiensi.Â
Saya pernah berkunjung ke salah satu ITC dan harus mengeluarkan tenaga ekstra. Mencari barang di lantai 3 dengan eskalator dan lift mati. Otomatis harus menggunakan eskalator layaknya naik tangga.
Belum lagi fasilitas penunjang seperti toilet yang tidak terawat, bau pesing dan sampah kotor. Ini karena manajemen mal tidak memiliki budget lebih karena minimnya pemasukan.Â
Jangan heran banyak pengunjung kapok datang ke mal pusat gadget dan elektronik karena merasa tidak nyaman, capek dan tidak sesuai ekspektasi. Perlahan pengunjung menjadi sepi dan penjual mulai kehilangan omzet.Â
#4. Persaingan Kian Ketat
Hal menarik ketika pengunjung kalah jumlah dengan penjual membuat persaingan kian ketat. Bayangkan 1 pengunjung yang baru masuk mal bisa dihampiri 3-5 sales menawarkan produk.Â
Ketika kita mengunjungi sebuah toko/tenant, sales tenant lain berusaha mengoda untuk kita pindah ke tenantnya. Bisa dibilang ada kelebihan tersendiri di mana perang harga dan layanan bisa menguntungkan pembeli.Â
Saya pernah memasuki 3 tenant laptop di mal. Masing-masing memberikan harga berbeda untuk 1 tipe laptop sama. Akhirnya setelah survei, saya mendapatkan penjual yang saya anggap harganya paling murah.Â
Bayangkan harga yang saya dapatkan bisa selisih 300 ribuan. Ternyata banyak tenant yang sebenarnya tidak memiliki barang. Ketika ada pengunjung dan menanyakan sebuah tipe produk.Â
Sales akan meminta pengunjung menunggu dan ia meminjam barang dari toko lain. Wajar jika harga akan dinaikan agar si sales atau penjual mendapatkan untung tinggi.Â
Tidak hanya itu jika kita mau teliti kadang harga yang ditawarkan di e-commerce jauh lebih murah dibandingkan di tenant. Ini yang membuat sales harus berusaha keras meyakinkan konsumen yang sempat membandingkan harga produk di e-commerce.Â
***
Tutupnya salah satu pusat perbelanjaan komputer dan gadget di Denpasar seakan menambah jumlah retail yang tutup dan kalah bersaing. Padahal kemajuan teknologi dan kebutuhan gadget kian meningkat.Â
Faktor perubahan gaya belanja konsumen hingga fasilitas dan dukungan manajemen mall yang minim juga ikut membuat masyarakat enggan datang ke pusat berbelanjaan. Khawatir pusat berbelanjaan yang dulu terkenal dan ramai perlahan tumbang karena sepinya pengunjung.Â
Apakah sobat pembaca merasakan hal sama?Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H