Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

4 Cara Sederhana Menjaga Kesehatan Mental di Kantor

27 Februari 2023   22:50 Diperbarui: 1 Maret 2023   03:37 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah merasa stres atau bahkan depresi di lingkungan kantor?

Saya personal akan menjawab pernah di mana kesehatan mental terasa labil di kantor. Tepatnya 2 tahun lalu, saya diminta manajemen untuk mutasi ke pabrik di Bogor. 

Kebetulan saya bekerja di sektor industri di mana pabrik di Bogor merupakan pabrik utama sehingga tentu saja akan banyak kisah pengalaman hidup yang menjadi bekal kedepan.

Saya dipercaya memegang divisi distribusi yang bertanggung jawab terhadap pendistribusian barang dari pabrik ke konsumen. 

Saya memang sempat menangani divisi ini beberapa tahun sebelumnya saat menjadi asisten manager distribusi. Secara tidak langsung sebenarnya bukan menjadi hal baru dalam karier saya.

Kondisi sedikit berbeda jika dulu saya bertindak sebagai asisten manager sehingga dalam decision maker masih dipegang kendali oleh atasan saya. 

Pekerjaan lebih berkutat memastikan kebijakan berjalan sesuai SOP dan armada dalam kondisi baik. Namun saat saya mutasi justru posisi saya menjadi manager distribusi sehingga segala hal terkait keputusan divisi menjadi tanggung jawab saya.

Masa pandemi menjadi masalah tersendiri di mana saat itu pun terjadi efisiensi SDM maupun anggaran divisi. Alhasil ketika permintaan mulai naik, tantangan saya memaksimalkan SDM yang ada agar bekerja optimal dan pengeluaran operasional dapat ditekan. 

Situasi yang berkontradiksi sehingga kerap kurang sejalan dengan finance dan HRD.

Saya kerap pulang kerja hingga malam hari memastikan divisi saya tidak ada hambatan. Bahkan gawai saya harus standby 24 jam karena bisa jadi ada kendala distribusi di saat malam hari. Inilah yang membuat saya stres dan mudah terpancing emosi jika ada sesuatu yang mengganjal di hati.

Sempat membaca artikel berita tentang pekerja di Jepang banyak mengalami gangguan mental selama bekerja. Ada yang hingga tertidur di tempat umum, transportasi umum atau yang tragis bahkan memilih bunuh diri karena stres dan depresi.

Saya tidak ingin merasakan kondisi ini. Ada beberapa cara yang saya lakukan agar bisa menjaga kesehatan mental ketika mengalami tekanan kerja tinggi atau lingkungan tidak nyaman di kantor. Apa saja itu?

1. Perbanyak Sharing

Percaya atau tidak, rasa stres dan depresi yang kerap menimpa pekerja kerap timbul karena mereka memendam beban pikiran seorang diri. Pekerja merasa percaya diri untuk menyimpan masalah, memecahkan masalah hingga mencari solusi seorang diri. 

Sayang cara ini lah justru membuat mereka mudah labil dan stres. Justru dengan sharing atau berbagi cerita bisa membantu kita mengurangi masalah beban kerja dalam diri.

Sharing Dengan Teman Kantor | Sumber Liputan6.com
Sharing Dengan Teman Kantor | Sumber Liputan6.com

"Ada apa, sini cerita", saya ingat seorang teman di kantor sering mengucapkan hal ini. Apalagi ketika wajah saya menjadi kusut dan terlihat banyak pikiran.

Awalnya ragu namun perlahan saya menyadari saya butuh teman untuk sharing. Meluapkan isi hati, memiliki teman pendengar dan bersyukur jika mendapatkan solusi atas masalah yang dihadapi.

Saran saya, jangan ragu untuk sharing masalah dengan teman/orang dipercaya, sahabat, pasangan atau orangtua sekalipun. Dengan sharing, kita bisa mengeluarkan semua hal yang mengganjal bahkan jika harus marah atau menangis pun bisa terluapkan dengan baik.

Kita perlu sadar bahwa kita hanyalah manusia biasa bukan patung. Wajar jika ada kondisi dimana kita butuh seseorang yang mau mendengar keluh kesah dan mensupport kita jika dalam kondisi terpuruk.

Kasus bunuh diri di Jepang karena stres dan depresi konon disebabkan karena mereka sudah putus asa dan lelah menahan beban pikiran dan beban kerja. Padahal jika mereka mau sharing maka hati bisa lebih plong dan tidak akan ada niat untuk melakukan hal negatif.

2. Menjaga Kestabilan Antara Dunia Kerja dan Kehidupan

Ada satu ucapan yang masih tersimpan dalam benak saya, pekerjaan itu tidak akan ada habisnya. Meskipun pekerjaan telah berhasil selesai hari ini maka besok akan ada pekerjaan baru menunggu. Namun kehidupan itu ada batas waktu. Ketika kehidupan berakhir maka tidak akan ada lagi hari esok. 

Pesan sederhana dari ucapan ini adalah kita perlu menyeimbangkan antara dunia kerja dan kehidupan. Banyak individu yang terlalu berambisi pada karir atau memiliki loyalitas tinggi terhadap perusahaan seakan sebagian besar waktunya hanya untuk perusahaan.

Bagi saya, cara berpikir ini keliru. Jika kita sayang pada perusahaan maka kita hanya perlu bekerja optimal dan seimbang. Bekerja dari pagi hingga larut malam yang dilakukan dalam jangka waktu panjang maka rentan membuat kondisi psikis dan kesehatan kita terganggu.

Kita bisa jatuh sakit hingga harus dirawat berhari-hari. Perusahaan tentu akan merasakan kerugian karena kita adalah aset bagi mereka. Niat baik yang kemudian berujung tragis.

Ada kejadian di mana seorang pekerja rela bekerja lembur hingga 2 hari non stop. Tanpa diduga, dirinya mengalami kelelahan fisik dan mengalami serangan jantung tiba-tiba. Nyawanya pun tidak tertolong.

Perusahaan mungkin akan merasa kehilangan namun dalam beberapa hari kemudian sudah membuka lowongan baru untuk mencari pekerja pengganti. Pengorbanan yang terkesan sia-sia.

Justru kita perlu menyeimbangkan hal ini. Salah satunya membuat rencana hidup dengan baik. Contoh kita menentukan bahwa Senin-Jumat diprioritaskan untuk memikirkan pekerja. Saat Sabtu dan Minggu untuk menyenangkan diri sendiri.

Cara lain pada jam operasional kerja (pukul 08.00-17.00) fokus untuk menyelesaikan pekerjaan. Di atas jam 17.00 maka biarkan orang istirahat dengan tidak lagi memikirkan pekerjaan. Kita bisa menggunakan waktu di luar jam kerja untuk kumpul dengan keluarga, kumpul dengan teman atau menjalankan hobi.

3. Lakukan Rutinitas yang Membantu Rileksasi

Tanpa kita sadari ada banyak aktivitas yang bisa kita lakukan untuk rileksasi. Teman saya kerap mendengarkan musik kesukaan saat bekerja. Ini ternyata membantu dirinya bisa tetap fokus namun dengan hati yang senang.

Melakukan yoga Untuk Rileksasi Pikiran | Sumber Shutterstock via Situs Alodokter
Melakukan yoga Untuk Rileksasi Pikiran | Sumber Shutterstock via Situs Alodokter

Ada juga karyawan yang melakukan yoga atau mengatur pernafasan di sela-sela pekerjaan. Cara ini bertujuan agar membuat otak dan otot menjadi rileks.

Ada berbagai teknik rileksasi yang kerap dibagikan di Youtube, Instagram, Tiktok, Facebook dan sebagainya. Kita bisa mengaplikasikan ilmu rileksasi meski sedang berada di kantor.

Saya pun ketika merasa badan terasa lelah, kerap melakukan peregangan otot sederhana seperti menggerakkan leher, merenggangkan jari-jari, senam wajah dan sebagainya. Meski dilakukan kurang dari 10 menit tapi memberikan dampak besar dalam aktivitas saya di kantor.

4. Jangan Membawa Pekerjaan Kantor ke Rumah

Orang yang workaholic, mereka kerap membawa urusan pekerjaan kantor hingga ke rumah. Inilah yang membuat pikiran mereka hanya terpusat terkait urusan kantor.

Mengerjakan Pekerjaan Hingga Malam Hari | Sumber Shutterstock via Kompas Health
Mengerjakan Pekerjaan Hingga Malam Hari | Sumber Shutterstock via Kompas Health

Saya belajar dari teman di kantor, selesaikan pekerjaan kantor cukup di kantor. Ketika ada tugas menumpuk, ia rela mengerjakan tugas di sela-sela jam istirahat. Tujuan agar tugas kantor dapat selesai tepat di akhir jam operasional.

Seandainya pekerjaan belum selesai dan masih bisa dikerjakan besok maka ia tidak akan memaksakan diri untuk lembur. Ternyata ini berhasil membuat dirinya tidak stres berlebihan.

Ketika pekerjaan kantor dibawa ke rumah maka pekerja tidak memiliki waktu khusus untuk dirinya sendiri. Bahkan saat tidur malam pun bisa-bisa otak masih terbebani dengan pekerjaan. 

Padahal otak pun butuh istirahat. Ketika otak dan raga tidak mendapatkan istirahat cukup, bisa ditebak kita menjadi cepat lelah, wajah berubah kusam dan mempengaruhi kesehatan.

Tidak ada salahnya mulai menanamkan mindset, saya dibayar untuk mengerjakan pekerjaan di kantor, tidak untuk lembur di rumah. Jangan sampai ketika terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bekerja. Kita sakit dan justru mengeluarkan biaya besar untuk berobat dimana perusahaan terkesan tidak mau tahu.

***

Bekerjalah sewajarnya, sebuah nasihat sederhana namun memiliki makna penting untuk menjaga kesehatan mental di kantor. 

Kadang kita bisa menjadi stres dan depresi justru karena kesalahan kita sendiri karena tidak pintar membagi waktu, terlalu workaholic atau mengorbankan kesehatan diri demi pekerjaan.

Penyesalan datang belakangan, jangan sampai kesehatan mental terganggu membuat kita mudah terpancing emosi, melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri atau justru tidak menunjukan performa maksimal di perusahaan. 

Yuk kita jaga kesehatan mental di kantor mulai dari sekarang agar tidak menyesal di kemudian hari.

Semoga Bermanfaat
--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun