Kemudian terjadi tren latah di mana orang meniru cara, strategi dan tindakan orang yang dianggap berhasil. Fenomena latah yang kerap terjadi di sekitar kita.
Nyatanya kegiatan ini mirip menjadi bayangan dari seseorang. Kita tahu bahwa bayangan nyaris berada di belakang kita.Â
Keberhasilan Ghozali dalam mengumpulkan NFT karena keuletan dan keunikan di mana ia berhasil mengumpulkan swafoto/selfie dalam jangka waktu 3 tahun dengan ekspresi nyaris sama. Tindakan yang mungkin hanya ia sendiri lakukan.
Ketika sudah banyak orang meniru membuat eksklusifitas berkurang. Alhasil yang dulu dianggap unik menjadi biasa, yang bernilai mahal justru kini tak bernilai. Tetap yang diuntungkan adalah si pelopor. Si pengekor hanya bisa gigi jari.Â
# NFT Sebagai Apresiasi Kreativitas
Keberhasilan Ghozali memang juga mampu dirasakan oleh sosok lainnya. Denina, wanita asal Kanada berhasil menjual karya lukisan dengan sistem NFT. Salah satu karya lukisan fenomenalnya berjudul The Mona Lana, lukisan tentang gadis berkulit hitam.Â
Melalui penjualan hasil karya lukisan, Denina dikabarkan mampu mengumpulkan US$ 300.000 atau setara 4,5 miliar rupiah. Jumlah yang fantastis (Sumber Klik Disini).Â
Kesamaan Ghozali dan Denina adalah mereka memafaatkan kreativitas untuk menarik warga dunia maya untuk membeli dalam NFT. Kreativitas unik yang berpotensi dibeli dalam nilai fantastis.Â
Bandingkan dengan aktivitas belakangan ini. Niat mendapatkan cuan instan membuat orang memasarkan sesuatu secara sembarangan atau istilahnya asal jual. Ini ibarat menebar jalan sebanyak-banyak di laut yang luas. Tanpa perencanaan dan strategi matang, sebanyak apapun jala yang ditebar mungkin tidak akan ada ikan yang masuk ke dalamnya.Â
Inilah kesalahan dasar di masyarakat di mana hanya mengikuti hal-hal yang viral tanpa modal kreativitas dan sisi unik. Perlahan ketika menyadari usahanya nihil maka sudah bisa ditebak mereka akan berhenti dan mundur satu-persatu.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!