Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Bahaya, Bali Mulai Krisis Nama Ketut

19 Januari 2023   10:25 Diperbarui: 19 Januari 2023   10:32 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sistem Penamaan Berdasarkan Urutan Kelahiran Di Bali | Sumber Situs Kintamani.id

Bali memiliki beragam keunikan termasuk sistem penamaan pada masyarakatnya. Bahkan melalui nama saja kita bisa menebak apakah seseorang berasal atau punya garis keturunan dari Bali. 

Mungkin pembaca pernah mendengar atau punya teman dengan nama Ida Bagus, Ida Ayu, Dewa, Anak Agung, I Gusti, Desak, Tjokorda yang merupakan gelar kebangsawanan di Bali.

Selain gelar di atas sebenarnya sistem penamaan di Bali juga menganut sistem urutan lahir. Contoh :

  • Anak pertama umumnya diberi nama Putu, Wayan, Ni Luh, atau Gede. 
  • Anak kedua umumnya diberi nama Kadek/Kade, Made, atau Nengah. 
  • Anak ketiga umumnya diberi nama Komang atau Nyoman. 
  • Anak keempat umumnya diberi nama Ketut. 

Seorang dosen sekaligus pakar budaya pernah mengatakan bahwa saat ini Bali tengah krisis generasi muda bernama Ketut. Wow, saya kaget mendengar pernyataan ini. Namun perlahan saya seakan ikut menyadari kondisi ini. 

Setidaknya ini dikarenakan ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini, seperti :

# Program Keluarga Berencana (KB) Nasional

Kita tahu bahwa program KB sudah lama dilaksanakan oleh pemerintah untuk menekan jumlah laju penduduk yang kian naik. Melalui slogan "2 Anak Cukup" yang kerap dipromosikan atau diiklankan diharapkan dengan menekan jumlah kelahiran maka Indonesia bisa meratakan pembangunan dan meminimalisir dampak kenaikan jumlah penduduk. 

Dulu sebelum ada program KB Nasional, masyarakat khususnya di Bali dikenal sebagau keluarga besar. Kakek saya saja memiliki 12 saudara, nenek saya sekitar 8 saudara sedangkan ibu saya memiliki 8 saudara. 

Jumlah ini membuat penamaan Ketut masih bisa lestari karena bagi masyarakat Bali dulu menilai banyak anak banyak rejeki dan keluarga dengan banyak anak akan membuat kondisi rumah tangga kian berwarna. 

Kini masyarakat Bali pun mulai menerapkan sistem KB Nasional setidaknya jika kebablasan pun keluarga muda akan memilih maksimal 3 anak. Saya berkaca pada keluarga besar dimana hanya ibu dan adiknya yang ke-7 yang memiliki anak lebih dari 2 orang. 

Potret Keluarga Happy Salma beserta Suami dan Anak | Sumber Liputan6.com
Potret Keluarga Happy Salma beserta Suami dan Anak | Sumber Liputan6.com

Tetangga di sekitar rumah pun kini rata-rata memilili anak maksimal 3 orang saja. Kondisi ini membuat penamaan Ketut mulai jarang digunakan. Alhasil generasi muda bisa krisis terhadap penamaan ini karena keluarga sudah mulai mengikuti program KB Nasional. 

# Biaya Persalinan Mahal

Ibu saya cerita dulu orang melahirkan cukup mendatangi mantri, bidan atau dukun anak. Biaya yang dikeluarkan tidak terlalu mahal. Bahkan kegiatan seperti USG atau water birth (melahirkan dengan metode air hangat) tidaklah populer. Memanfaatkan pengalaman orang tua dari turun-temurun membuat proses persalinan normal dan bisa dilakukan meski tidak di rumah sakit. 

Kini sangat dianjurkan untuk melakukan proses kelahiran di rumah sakit, puskesmas atau klinik. Tidak hanya itu orang tua juga banyak yang menggunakan teknologi USG untuk memantau perkembangan anak. Tenti saja biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. 

Biaya USG bisa diangka 150rb-400rb tergantung berapa dimensi yang digunakan. Untuk biaya persalinan normal sudah diangka 1-4 juta bahkan untuk caesar bisa diatas 5 juta rupiah. Biaya ini bisa semakin mahal tergantung kelas ruangan, tipe rumah sakit atau penanganan yang dibutuhkan. 

Kondisi ekonomi saat ini yang masih belum menentu rasanya orang tua perlu menabung jauh-jauh hari agar biaya proses persalinan tidak terlalu membebani. Saya ingat teman sampai stres karena usia kandungan istri sudah masuk bulan ke-8 namun dirinya belum memiliki tabungan cukup untuk proses melahirkan. 

Faktor ini membuat orang tua mulai berpikir berulang kali untuk mengandung. Biaya proses persalinan yang tidak sedikit membuat mereka menghindari memiliki banyak anak. 

# Biaya Hidup Kian Mencekik

Kewajiban orang tua tidak hanya sekedar melahirkan dan merawat anak saja namun perlu memikirkan tentang sandang, pangan, papan dan masa depan si anak. 

Kita tahu bahwa biaya hidup di Bali tergolong lumayan mahal. Orang tua dengan kondisi ekonomi pas-pasan akan pusing bagaimana mengatur uang bulanan agar cukup buat kebutuhan sehari-hari, bayar listrik, air, susu anak, sekolah anak, jajan anak, biaya kos bulanan atau kebutuhan upacara keagamaan yang juga kerap butuh biaya besar. 

Ada rasa tanggung jawab untuk merawat anak dengan baik sehingga menunda kehamilan menjadi pilihan bijak. Bahkan ada orang tua muda yang baru punya anak 1 sudah mengeluh, duh pusing juga ngatur keuangan padahal baru punya anak 1. Lebih baik 1 anak aja cukup. 

Di kondisi saat ini pun kadang ada aja permintaan anak yang berharap dituruti. Anak secara alamiah akan meminta sesuatu yang diinginkan pada orang tua dan kurang memahami kondisi orang tua. Contoh ada anak SD sudah bisa ngambek karena orang tuanya tidak membelikan sepeda motor untuknya. 

Padahal anak usia segitu belum pantas membawa kendaraan dan bisa jadi orang tua tidak memiliki dana lebih untuk membeli motor baru. Ini membuat orang berpikir kembali memiliki banyak anak. 

# Tingkat Edukasi Masyarakat Kian Meningkat

Masyarakat Bali saat ini mayoritas memiliki pendidikan atau setidaknya pernah mengenyam Sekolah Dasar. Bahkan sejak pemerintah menggencarkan pendidikan 9 tahun, generasi muda di Bali memiliki latar pendidikan yang kian baik. 

Anak Kecil di Bali Yang Tengah Memainkan Kesenian Lokal | Sumber Triponnews.com
Anak Kecil di Bali Yang Tengah Memainkan Kesenian Lokal | Sumber Triponnews.com

Tingkat edukasi ini memberikan keuntungan dimana masyarakat mulai peduli dan sadar akan masalah pertumbuhan penduduk di Indonesia dan Global. Perlahan pun mereka mulai menyadari bahwa tidak masalah memiliki sedikit anak asalkan bisa dijaga dan dirawat sebaik mungkin. 

Ini seperti yang terjadi di keluarga besar dimana mayoritas memiliki anak 1-2 orang karena bagi mereka angka ini sudah cukup dan ingin mengejar kualitas anak dibandingkan kuantitas. 

Sekarang bukan lagi banyak anak banyak rejeki namun mengarah pada sedikit anak namun berkualitas. Wajar jika perlahan pasangan muda di Bali enggan memiliki banyak anak layaknya generasi jaman dulu yang bisa memiliki anak diatas 4 orang. 

***

Salah satu tantangan sosial masyarakat Baki adalah menjaga kelestarian penamaan Ketut pada generasi saat ini. Faktor Keluarga Berencana, tingkat biaya hidup kian tinggi hingga mulai kuatnya pemahaman masyarakat tentang masalah kependudukan membuat masyarakat mulai enggan memiliki lebih dari 3 anak. 

Kondisi ini mengancam pemberian nama Ketut untuk anak keempat. Tidak jarang kini mulai sedikit generasi muda yang memiliki nama Ketut di Bali. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun