Saya sempat kaget ketika ada teman yang memposting dirinya tengah mengunjungi ke psikiater di salah satu rumah sakit.Â
Saya beranikan diri bertanya apa alasan dirinya mengunjungi psikiater? Padahal selama ini saya melihat dirinya sosok yang cukup inspiratif. Masih muda sudah punya keluarga kecil, rumah, mobil hingga pekerjaan yang bisa dibanggakan.Â
Tanpa disadari ternyata ada luka dalam alam bawah sadarnya. Luka yang justru ditimbulkan oleh pola asuh orangtua yang menurutnya kurang tepat. Teman saya ini mengatakan semasa kecil merasa dirinya kurang kasih sayang dan menjadi beban keluarga.Â
Hal ini begitu membekas dan tidak bisa hilang hingga diusianya yang menyentuh angka 3. Tandanya kenangan terhadap orangtua tidak selamanya tercipta manis.Â
Terkesan sepele namun kondisi ini banyak terjadi di sekitar kita. Orang tampak hidup normal namun juga menyimpan rasa traumatis pada orangtua.Â
Ada anak yang memiliki orangtua lengkap namun merasa sebatang kara. Ini karena kurangnya kasih sayang dan perhatian orangtua. Ada anak yang berbuat nakal karena ingin mencari perhatian orang lain yang selama ini tidak bisa ia dapatkan di rumah.Â
Belajar dari kondisi ini, yuk kita sebagai orangtua mencoba menciptakan kenangan-kenangan indah bersama anak agar hubungan antara orangtua dan anak terjaga baik bahkan hingga si anak tumbuh dewasa.Â
Bagaimana caranya?Â
Ciptakan Akhir Pekan adalah Hari Keluarga
Tidak butuh hal besar untuk menciptakan kenangan manis pada si buah hati. Cukup mencoba jadikan akhir pekan sebagai hari keluarga.Â
Selama ini mungkin ayah dan ibu disibukkan pekerjaan selama Senin-Jumat. Bahkan ada keluarga yang nyaris tidak bisa bersama anak saat hari kerja. Subuh berangkat dan pulang rumah saat anak sudah tertidur.Â
Kini coba luangkan akhir pekan untuk menghabiskan waktu dengan keluarga tercinta. Hindari kegiatan egois seperti tidur seharian, pergi nongkrong dengan teman tanpa mengajak anak dan sebagainya.Â
Saya salut dengan teman di kantor. Ia dan suami komitmen bahwa Minggu wajib digunakan untuk membahagiakan si buah hati. Biasanya mereka mengajak si anak pergi ke mal, jalan-jalan ke tempat menarik atau sekedar bermain dengan anak di rumah.Â
Salutnya si anak selalu senang ketika mendekati akhir pekan. Bahkan teman saya sampai pusing mengagendakan kegiatan apa dengan si anak saat akhir pekan.Â
Namun ia tidak ingin mengecewakan anak karena bagi si anak mungkin 1 hari yang dilakukan bersama orangtua tercinta akan bisa mengobati kesibukan si orangtua.Â
Terapkan Stick and Carrot untuk Mendidik Anak
Tidak dipungkiri kadang anak bertingkah nakal atau bikin orangtua pusing dan kesal. Namun adakalanya si anak juga bersikap manis dan membuat orangtua bangga.Â
Sayang tidak semua orangtua menerapkan pola asuh yang baik. Pernah saya menonton video tentang curhat seorang sosok di mana sejak kecil dirinya selalu dimarahi oleh orangtua jika berbuat salah. Meskipun ia bersikap baik, orangtua juga tetap tidak bersikap baik.Â
Hal ini membuat dirinya membenci si orangtua. Sosok ini pun iri jika melihat teman dekat dengan orangtuanya, mendapatkan hadiah dari orangtua dan sebagainya.Â
Saya merasa tidak ada salahnya orangtua menerapkan metode stick and carrot dalam mendidik anak. Jika si anak melakukan tindakan yang salah, nakal atau melawan orang dewasa maka orangtua bisa memberikan hukuman pada si anak (stick).Â
Tujuan agar si anak paham tentang sikapnya yang keliru, menghormati sosok orangtua dan mampu mengubah sikapnya. Namun orangtua juga memberikan hadiah (carrot) jika si anak bersikap baik.Â
Tujuan pemberian hadiah adalah agar anak mendapatkan apresiasi, orangtua peduli pada anak dan membuat si anak berusaha bersikap baik dan sesuai dengan harapan orang tua.Â
Hadiah sederhana seperti orangtua membelikan mainan kesukaan anak sudah bisa menciptakan kenangan manis. Jangan sampai sebagai orangtua terlalu banyak menuntut pada anak tanpa mau mengapresiasi.
Dampaknya si anak merasa lelah dan merasa tidak dicintai. Inilah yang dirasakan teman saya di awal cerita sehingga kenangan buruk begitu membekas hingga puluhan tahun.Â
Membiasakan Komunikasi 2 Arah
Anak pun butuh didengar, nasihat yang pernah saya baca dari sebuah artikel parenting. Saya pernah melihat teman semasa kecil yang merasa sangat ketakutan jika melakukan sebuah kesalahan kecil seperti mendapatkan nilai jelek.
Orangtuanya pasti akan marah besar jika ia mendapatkan nilai jelek. Padahal teman saya ini saat ujian tengah sakit sehingga tidak maksimal. Namun percuma, orangtuanya pasti tidak akan mau mendengar alasan apapun.Â
- "Kakak, gimana perasaannya hari ini? "
- "Kakak kenapa kok bisa dapat nilai jelek di sekolah? "
Melakukan komunikasi 2 arah memungkinkan si anak lebih terbuka dalam menyampaikan uneg-uneg. Bisa jadi sebenarnya anak butuh teman curhat dan pihak yang diharapkan bisa menjadi teman curhatnya adalah orang tua.Â
Waktu yang tepat bisa saat anak pulang sekolah atau menjelang tidur. Di waktu ini anak membutuhkan sosok yang bisa memahami dirinya. Bisa jadi ada masalah yang dihadapi oleh si anak, ada permintaan khusus atau si anak ada uneg-uneg terhadap orangtuanya.Â
Kelebihan komunikasi 2 arah bagi orangtua, mereka jadi peka terhadap perasaan si anak. Bahkan jika ditemukan sebuah masalah yang dihadapi si anak, orangtua bisa mencarikan solusi dengan segera.Â
Transfer Hobi kepada Anak
Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, sebuah istilah yang menggambarkan bahwa sifat dan karakter anak bisa mirip dengan orang tuanya. Salah satunya terkait hobi.Â
Mentransfer hobi orangtua pada anak bisa jadi cara menciptakan kenangan indah pada anak. Misalkan si ayah punya hobi sepakbola kemudian bermain bersama anaknya di halaman rumah.Â
Ibu yang hobi memasak mengajak anaknya ikut memasak bersama. Rutinitas kecil ini bagi anak bisa jadi momen menyenangkan bahkan tidak sedikit yang justru semakin dekat dengan orangtua.Â
Saya sering mendengar kisah dari teman yang memiliki hobi khusus yang ternyata sejak kecil diajak atau diajarkan oleh orangtuanya.Â
Teman di kantor yang beda divisi salah satunya. Dirinya hobi mendaki gunung ternyata kecintaannya ini menurun dari ayah dan ibu yang seorang pecinta alam. Banyak kenangan indah ketika dirinya mendaki gunung bersama orangtua sejak kecil.Â
***
Anak usia 5-12 tahun adalah masa di mana anak suka melakukan banyak aktivitas dan menyimpan kenangan dalam memori alam bawah sadar. Kadang jika mereka mendapatkan banyak kenangan buruk bisa ikut mempengaruhi karakter atau membuat trauma jangka panjang.Â
Disisi lain jika banyak menyimpan kenangan manis khususnya bersama orangtua akan menjadikan si anak menjadi sosok bahagia.Â
Yuk sedari dini mulai pikirkan kegiatan bersama apa yang ingin dirancang bersama anak agar kelak si anak memiliki banyak kenangan manis bersama orangtua.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI