Semula harmonis namun berubah tidak akur layaknya serial kartun tom and jerry. Kedua pasangan saling menjatuhkan, berinteraksi fisik, memperebutkan harta gono-gini hingga hak asuh anak. Namun dari beberapa kasus perceraian pasangan yang menerapkan perjanjian pranikah justru terlihat adem ayem dan berlangsung cepat.
Ini karena hal-hal seperti ini sudah diperkirakan dan dibahas secara internal. Artinya mereka tidak perlu ribut atau saling menjatuhkan karena hak dan kewajiban pasangan jika kelak bercerai sudah tertuang jelas di perjanjian pranikah.
Kerugian Perjanjian Pranikah
Hal kerugian utama dari perjanjian Pranikah adalah masih ada trust issue terhadap pasangan. Si mempelai masih belum yakin 100 persen terhadap pasangannya sehingga dianggap perlu dibuat perjanjian Pranikah.
Saya sempat bertanya pada teman yang hendak menikah apakah ia juga ikut membuat perjanjian Pranikah. Justru baginya dia tidak mau membuat hal itu karena hubungan harus dilandaskan pada kepercayaan satu dengan lainnya.
Inilah tantangan kelak pasti ada konflik sebagai bumbu rumah tangga namun disitulah ujian sebagai pasangan suami istri. Jika mereka tetap saling cinta dan bisa menjaga kepercayaan maka konflik ini bisa dilalui dengan baik. Berbeda jika terikat pada Perjanjian Pranikah, jika ada konflik bisa jadi salah satu pasangan mulai mempersoalkan poin-poin di pranikah.
Masalah yang mungkin awalnya sederhana bisa menjadi runyam karena si pasangan menitikberatkan pada poin Perjanjian Pranikah. Kita tidak bisa menutup mata bahwa ada saja kasus dimana pasangan sengaja mencari kesalahan pasangan agar bisa memberikan keuntungan bagi dirinya karena tertuang hak dan kewajiban bagi pasangan yang terbukti bersalah dalam hubungan.
Kerugian lainnya adalah pasangan terlalu meribetkan diri dengan hal-hal buruk terjadi dalam hubungan. Jika mereka bercerai kelak, maka harus ada kepastian yang jelas. Jika ada pasangan yang tidak bisa melakukan hak dan kewajiban maka akan mendapatkan sanksi apa saja dan sebagainya.
Harapan adalah doa. Seperti itulah kata orang tetua jaman dulu. Kadang kekhawatiran tersebut justru menciptakan sugesti negatif dan bukan tidak mungkin terjadi pada dirinya.
Orang tua bijak selalu memberikan nasehat, selalu pikirkan segala sesuatu dari sisi positif dan selalu utamakan keluarga dibandingkan hal pribadi. Jika ini bisa dilakukan, tanpa adanya perjanjian Pranikah hubungan mempelai akan tetap adem ayem.