Seandainya kita terpilih sebagai presiden di negara ini tentu hal ini terjadi karena dukungan banyak pihak. Akan ada perjanjian atau bahkan politik balas budi. Niat hati ingin memilih menteri yang profesional berdasarkan kemampuan dan latar belakang justru terbentur dengan komitmen bagi posisi antar partai pendukung.Â
Ketika ingin membuat kebijakan yang Pro Rakyat namun terbentur hutang budi dari pengusaha/sektor swasta yang memberikan modal saat berkampanye. Konflik kepentingan inilah yang membuat posisi pejabat serba sulit.Â
Tidak usah jauh mengambil contoh kepala negara yang terpilih umumnya akan menempatkan perwakilan dari partai pendukung dalam jajaran menteri kabinetnya meskipun secara latarbelakang posisi tersebut kurang sesuai dengan kapabilitasnya.Â
4. Ancaman Keselamatan Diri
Kasus Shinzo Abe semakin menguatkan bahwa menjadi pejabat publik berarti harus siap menghadapi situasi yang mengancam dirinya sendiri.Â
Saya ingat saat Ibu Risma saat menjabat sebagai Walikota Surabaya pernah mengatakan dirinya telah menitipkan pesan jikalau sesuatu menimpa dirinya kelak. Ia berharap keluarga mengikhlaskan.Â
Tidak hanya itu Bapak Habibie pun pernah mengatakan bahwa selama menjabat sebagai kepala negara. Dirinya kerap mendapatkan ancaman dari orang lain. Ancaman yang seakan mengancam dirinya atau bahkan keluarga tercinta.Â
***
Menjadi pejabat publik itu disatu sisi menjadi kebanggaan namun disisi lain menyimpan rasa was-was yang besar. Salah bertindak sedikit saja, resiko fatal bisa menghadang di depan mata.Â
Banyak pejabat yang semula bersih justru menjadi kotor karena tersandung kasus korupsi, memanfaatkan kewenangan untuk hal pribadi, selingkuh atau bahkan membuat kebijakan yang tidak Pro Rakyat.Â