Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Belajar dari Kasus Shinzo Abe, Menjadi Pejabat Publik Itu Ngeri-Ngeri Sedap

11 Juli 2022   20:20 Diperbarui: 11 Juli 2022   20:34 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penembakan Shinzo Abe, Mantan Perdana Menteri Jepang | Sumber Tribunnews

Banyak orang bermimpi ingin menjadi pejabat publik seperti bupati, walikota, gubernur, menteri atau bahkan sekelas presiden. Tujuan pun beragam mulai ingin memiliki kuasa khusus, mengabdi pada negara dan masyarakat, status sosial, atau bahkan motif untuk mendapatkan kepentingan pibadi. 

Patut diakui posisi sebagai pejabat publik terkesan menggiurkan namun juga menciptakan resiko tersendiri. Biasanya pejabat yang dianggap kurang berpihak pada masyarakat atau bahkan terbukti KKN akan membuat kepercayaan masyarakat berkurang atau bahkan menghilang. 

Tidak hanya itu, ruang privasi sebagai pejabat juga akan menipis karena ada banyak mata yang mengamati setiap gerak-gerik pejabat dan orang disekitarnya. 

Hal lain yang justru ditakutkan, keamanan pejabat publik juha perlu ada peningkatan karena sebagai pekabat publik akan rentan memiliki musuh politik dan pribadi. 

Kasus penembahan Shinzo Abe, mantan Perdana Menteri Jepang menggemparkan dunia. Abe ditembak oleh seseorang saat dirinya tengah berpidato di depan masyarakat Jepang. Kejadian ini membuat dirinya harus kehilangan nyawa akibat kasus ini.

Menguntip dari salah satu portal berita, ada beberapa pejabat pemerintahan yang bernasib sama dengan Abe. Sebut saja Olof Palme, Perdana Menteri Swedia; Abraham Linclon dan John Fitzgerald Kennedy yang menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat hingga Mahatma Gandhi sebagai pemimpin spiritual dan politikus India yang tewas mengenaskan karena tertembak di tempat umum (Sumber Klik Disini). 

Wajar saya menilai menjadi pejabat publik ataupun public figure terasa ngeri-ngeri sedap. Ada banyak alasan mengapa menjadi pejabat publik memiliki resiko besar untuk dirinya sendiri. 

Apa saja itu? 

1. Meningkatnya Jumlah Pihak Kontra Serta Musuh Personal

Patut disadari menjadi pejabat atau pemimpin harus siap memiliki banyak musuh. Musuh yang memang telah ada sebelumnya atau bahkan tercipta ketika menjabat. 

Saya ingat sebuah kata bijak, "Sebagai pemimpin kita tidak akan bisa memuaskan semua pihak". Pasti akan ada pro dan kontra apalagi ketika berkaitan dengan kebijakan menyangkut banyak pihak. 

Contoh sederhana ada di sekitar kita. Kebijakan kenaikan upah karyawan yang sering terjadi setiap tahun. Pejabat akan berada di posisi dilema. 

Disatu sisi ketika dirinya setuju menaikan upah untuk kesejahteraan masyarakat, ia akan mulai dijauhi oleh pengusaha/sektor swasta yang merasa tindakan ini akan membuat sektor operasional tinggi. 

Disisi lain jika dirinya menolak kenaikan upah, pengusaha/sektor swasta senang namun masyarakat akan menghujat dan bahkan mengganggap pejabat tidak Pro Rakyat. 

Artinya apapun kebijakan yang dipilih akan menambah orang yang kontra pada dirinya. 

Pemilu Sebagai Agenda Pemilihan Kepala Pemerintahan | Sumber Okezone Nasional
Pemilu Sebagai Agenda Pemilihan Kepala Pemerintahan | Sumber Okezone Nasional

Perjalanan karir politik Pak Jokowi dari mulai sebagai pengusaha furnitur kemudian naik sebagai Walikota Solo, kemudian dipercaya sebagai Gubernur Jakarta dan kini sebagai Presiden RI. Selain banyak yang memuji kinerja juga pasti banyak pihak yang memandang sebelah mata. 

Ini membuktikan semakin tinggi posisi yang dipegang maka akan semakin banyak orang yang tidak sejalan dengan dirinya. Pihak ini lah yang khawatir akan menjadi musuh yang tidak hanya membahayakan bagi karirnya namun juga keselamatan diri. 

Banyaknya pejabat yang mengalami teror hingga aksi rencana pembunuhan dimana oknum merasa kecewa atau tidak suka dengan pejabat tersebut adalah tanda bahwa posisi pejabat sangatlah rawan.

2. Godaan Kekuasaan

Harta, Tahta dan Wanita, tiga godaan ini kerapkali menghantui para pejabat publik. Sudah banyak kasus dimana pejabat publik terlena dan terjerat kasus ini. 

Andi Merya Nur, Bupati Kolaka Timur dan Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara adalah contoh sederhana dimana pejabat publik tertangkap karena kasus korupsi. 

Uniknya Budhi Sarwono pernah mengeluarkan pernyataan kontroversial dimana dirinya kaget jika gaji bupati kecil dan diluar ekspetasinya. Bahkan dirinya merasa wajar jika pejabat korupsi karena biaya pencalonan yang tinggi tidak sesuai dengan gaji yang diterima. 

 

Ini menandakan bahwa banyak pejabat publik yang berorientasi pada upaya mendapatkan harta yang banyak atas jabatannya. Godaan harta menjadi alasan utama banyaknya kasus korupsi oleh pejabat di Indonesia. 

Tidak hanya itu, sesama pejabat publik pun sering terjadi saling sikut. Ada DPRD yang berusaha menjatuhkan Bupati/Walikota terpilih, ada Gubernur yang tidak sejalan dengan Bupati serta masih banyak lainnya. Ironisnya upaya ini selain untuk mendapatkan tahta yang diincar juga untuk mempertahankan kekuasaannya. 

Terakhir godaan wanita, sudah rahasia umum jika pejabat yang memiliki kekuasaan dan harta melimpah akan dilirik oleh banyak wanita. Bahkan pejabat memanfaatkan posisi ini untuk berselingkuh. 

Bill Clinton, mantan Presiden AS serta Arnold Schwarzenegger yang sempat menjabat gubernur California sempat menghiasi media massa karena pemberitaan perselingkuhan dirinya. 

Disini saya memahami bahwa semakin tinggi posisi maka godaan semakin berat. Godaan tidak hanya secara eksternal namun juga internal dari individu pejabat tersebut. 

Sayang disayangkan saat belum menjabat sebagai pejabat publik, sosok yang kita kenal memiliki catatan hidup baik, keluarga harmonis dan tidak pernah terjerat hukum. Justru kondisi berubah 180 derajat ketika sudah menjadi pejabat. Hal yang sering ditemukan disekitar kita. 

3. Rentan Konflik Kepentingan

Kita tidak bisa menampikan jika masih ada pejabat publik yang berusaha membangun lingkungannya menjadi lebih baik. Namun tanpa disadari ia terjebak dalam konflik kepentingan. 

Seandainya kita terpilih sebagai presiden di negara ini tentu hal ini terjadi karena dukungan banyak pihak. Akan ada perjanjian atau bahkan politik balas budi. Niat hati ingin memilih menteri yang profesional berdasarkan kemampuan dan latar belakang justru terbentur dengan komitmen bagi posisi antar partai pendukung. 

Berbagai Konflik Kepentingan Yang Kerap Terjadi Saat Penentuan Kabinet | Sumber Nasionalpos.com
Berbagai Konflik Kepentingan Yang Kerap Terjadi Saat Penentuan Kabinet | Sumber Nasionalpos.com

Ketika ingin membuat kebijakan yang Pro Rakyat namun terbentur hutang budi dari pengusaha/sektor swasta yang memberikan modal saat berkampanye. Konflik kepentingan inilah yang membuat posisi pejabat serba sulit. 

Tidak usah jauh mengambil contoh kepala negara yang terpilih umumnya akan menempatkan perwakilan dari partai pendukung dalam jajaran menteri kabinetnya meskipun secara latarbelakang posisi tersebut kurang sesuai dengan kapabilitasnya. 

4. Ancaman Keselamatan Diri

Kasus Shinzo Abe semakin menguatkan bahwa menjadi pejabat publik berarti harus siap menghadapi situasi yang mengancam dirinya sendiri. 

Saya ingat saat Ibu Risma saat menjabat sebagai Walikota Surabaya pernah mengatakan dirinya telah menitipkan pesan jikalau sesuatu menimpa dirinya kelak. Ia berharap keluarga mengikhlaskan. 

Tidak hanya itu Bapak Habibie pun pernah mengatakan bahwa selama menjabat sebagai kepala negara. Dirinya kerap mendapatkan ancaman dari orang lain. Ancaman yang seakan mengancam dirinya atau bahkan keluarga tercinta. 

***

Menjadi pejabat publik itu disatu sisi menjadi kebanggaan namun disisi lain menyimpan rasa was-was yang besar. Salah bertindak sedikit saja, resiko fatal bisa menghadang di depan mata. 

Banyak pejabat yang semula bersih justru menjadi kotor karena tersandung kasus korupsi, memanfaatkan kewenangan untuk hal pribadi, selingkuh atau bahkan membuat kebijakan yang tidak Pro Rakyat. 

Disisi lain menjadi pejabat pun bukan perkara mudah karena harus mampu melawan berbagai kepentingan serta menghadapi ancaman yang bisa datang setiap saat. 

Penembakan Shinzo Abe serta beberapa pejabat publik lainnya menjadi isyarat bahwa menjadi pejabat bukan perkara mudah dan bukan posisi aman. Akan ada banyak rasa was-was yang mengintai. 

Apakah Sobat Kompasiana ada yang tetap ingin bermimpi menjadi pejabat publik?

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun