Namun setelah malam tahun baru, harganya langsung anjlok menjadi 2 ribu atau bahkan seribu rupiah. Ini karena peminat menurun dan penjual ingin menghabiskan stok tersisa.Â
Kisah Murki, salah satu penjual adalah sebuah contoh bagaimana usaha terompet sempat menjadi bisnis yang menjanjikan. Bermodalkan 25 juta, ia mampu meraup keuntungan hingga 45 juta.Â
Tidak heran dulu banyak orang rela mengadu nasib sebagai penjual terompet hingga keluar daerahnya (Kisah selengkapnya Klik Disini). Kini seakan berbanding terbalik 180 derajat dimana bisnis terompet tidak begitu dilirik meski menjelang pergantian tahun baru.Â
Kenapa?Â
Berdasarkan analisa saya, ada beberapa faktor penyebab menurunnya minat orang menjadi penjual terompet dan topi tahun baru khususnya di pergantian tahun baru kemarin. Apa saja itu?Â
Faktor Higienis
Sewaktu kecil saya pernah melihat langsung pedagang membuat terompet dan topi tahun baru. Mengingat permintaan yang tinggi, tidak jarang penjual membuat dan menjajakan langsung hasilnya di pinggir jalan.Â
Salah satu proses pembuatan yaitu mereka akan mencoba meniup langsung terompet yang dibuat. Cara ini memastikan ruas bambu kecil di terompet mengeluarkan bunyi yang diinginkan.Â
Selain itu ketika dipajang pun, banyak calon pembeli yang mencoba langsung bunyi terompet. Tidak jarang ketika dirasa suara tidak sesuai harapan, konsumen akan mencoba terompet lainnya.Â