Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Jangan Kaget] Orang Tua Alami Puber Kedua. Bagaimana Kita Harus Bersikap?

24 April 2021   08:18 Diperbarui: 24 April 2021   08:29 9532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mama ini loh masa keluar rumah aja harus ber-make up. Ingat dah punya cucu

Lihat dah si emak. Sekarang hobi banget putar lagu percintaan. Kayaknya lagi puber kedua

Dialog seperti ini sering terlontar dalam keluarga ketika saya dan adik-adik lagi pulang kampung secara bersamaan. Ada perubahan dari sikap mama saya yang semula agak cuek dengan penampilan kini suka sekali berhias diri ketika keluar rumah dan cukup intens memutar lagu lawas tentang percintaan. 

Kami mengganggap perubahan sikap mama saya ini sebagai puber kedua. Istilah yang sering muncul ketika melihat perilaku orang dewasa yang sudah memasuki usia 40 keatas bertingkah layaknya anak muda yang penuh kelabilan dan pencarian jati diri. 

Istilah puber cukup populer di masyarakat kita dimana puber dianggap sebagai masa transisi dan akan dilalui oleh anak-anak menuju remaja. Namun sebenarnya puber pertama yang dialami oleh usia remaja memiliki perbedaan dengan pubertas yang dialami oleh orang tua yang memasuki usia diatas 40 tahun.

Berdasarkan literatur kesehatan online yang saya baca, pubertas yang dialami oleh remaja lebih dipengaruhi oleh hormon seperti perubahan suara, haid pada perempuan, mengalami mimpi basah pada laki-laki, tumbuh jerawat di wajah dan sebagainya. 

Sedangkan puber kedua pada orang tua lebih merujuk pada kondisi psikologis seperti centil, suka berpenampilan menarik, mood sering berubah (labil) dan berperilaku layaknya seorang remaja.

Ilustrasi gambar pada artikel saya ini contohnya. Sepasang kakek dan nenek tampil modis layaknya Anak Baru Gede (ABG). Fenomena seperti ini sangat sering ditemui di sekitar kita. Seorang ayah yang sudah punya 4 anak suka berpakaian rapih dan harum ketika pergi ke mall, ibu yang sudah masuk usia pensiun tapi lebih suka dipanggil Neng, Mbak atau Kak dibandingkan kata ibu. 

Bagi si anak yang melihat perubahan sikap orang tua yang menunjukkan perilaku puber kedua pasti muncul respon beragam. Ada yang menerima, ada yang sekedar menggelengkan kepala, ada yang cuek, ada yang mensupport, atau bahkan ilfeel dengan perubahan tersebut.

Muncul pertanyaan sederhana, bagaimana harus bersikap jika orang tua kita menunjukan puber kedua? 

Pada kasus yang terjadi pada mama saya. Saya sebagai anak yang besar berusaha memberikan pengertian kepada adik-adik saya. Kondisi keluarga dimana mama menjanda sejak anak-anak nya masih usia sekolah membuat dirinya menghabiskan waktu untuk bekerja dan mengumpulkan uang untuk membiayai kami.

Alhasil mama tidak ada waktu untuk memanjakan dirinya sendiri karena waktunya sudah habis untuk memikirkan kondisi keluarga dan bekerja. Ketika anaknya satu persatu sudah mandiri dan memilih merantau untuk bekerja. Mama mungkin merasakan kesepian dan mulai memikirkan tentang dirinya sendiri. 

Sangatlah wajar ketika sudah belasan tahun menjanda, mama merasakan jatuh cinta lagi ketika ada seorang pria yang mencoba mendekati. 

Apalagi kini semua anaknya sudah bekerja dan tinggal di perantauan sehingga ketika ada pria lain yang bisa memberikan perhatian lebih. Mama seakan kembali muda dan bertingkah layaknya anak remaja. 

Saya katakan pada adik bahwa kita tidak boleh bersikap egois karena mama pun berhak mendapatkan kebahagiannya sendiri setelah berpuluh-puluh tahun fokus membesarkan anak seorang diri. Puji Tuhan, adik-adik saya bisa memahami kondisi mama saat ini. 

Patut dipahami bahwa kasus pada orang tua saya bisa saja terjadi berbeda pada orang tua lainnya. Banyak kasus yang saya lihat justru Puber kedua memunculkan sikap "nakal" seperti mencoba berselingkuh, lebih genit kepada lawan jenis diluar pasangan serta berpenampilan modis hanya untuk menebar pesona. 

Kasus sederhana terjadi di sekitar lingkungan kerja saya. Beberapa senior yang usianya sudah diatas 40 tahun justru menunjukan sikap nakal pada dirinya. Sering menggoda staff perempuan yang ada di kantor, sering pergi ke karaoke dengan kenalan baru. 

Selain itu cara berpenampilan layaknya anak usia 20 tahunan dengan baju rapih, celana jeans slim fit, rambut klimis dan parfum menyerbak dengan tujuan ada lawan jenis yang tertarik. 

Kondisi seperti ini memang agak membingungkan cara kita untuk bersikap. Ini karena puber kedua yang terjadi justru mengarah ke sisi negatif. Mau menegur tidak enak karena usianya lebih tua, tidak ditegur kok tingkahnya sedikit meresahkan apalagi jika ada sosok yang tidak nyaman atau jadi korban dari godaan bapak tua genit. 

Cara bijak pernah dilakukan oleh seorang rekan kantor ketika berhadapan dengan orang yang mengalami puber kedua. Rekan kerja saya ini mengatakan, anggap saya ini anak kandung bapak. Masa tega bapak menggoda anak bapak sendiri. 

Cara ini cukup ampuh terbukti dirinya sudah jarang mendapatkan godaan dari senior yang tengah memasuki puber kedua. Tidak ada salahnya mengingatkan para orang tua yang genit ini tentang keluarganya khususnya anak yang dimiliki. Mungkin ini akan membuat orang tua genit berpikir ulang untuk menggoda. 

Kasus puber lain yang justru perlu kita dukung adalah ketika orang tua kita (ayah dan ibu) malah lebih romantis satu dengan lainnya. Ingatkah kita tentang kisah cinta Bapak Habibie dengan Ibu Ainun. Justru sikap keduanya yang semakin romantis ketika memasuki usia tuanya membuat banyak masyarakat terpana dan iri. 

Nyatanya masih ada puber kedua yang menciptakan sisi positif. Ada beberapa postingan di sosial media tentang kisah cinta abadi sepasang orang tua. Memasuki usia tuanya mereka masih bisa bersikap romatis dan saling mensupport layaknya saat pertama kali pacaran. 

Pada kondisi ini, respon saya tentu akan mendukung 100 persen pubertas orang tua. Meskipun ketika memasuki usia tua justru bersikap layaknya ABG namun selagi itu ditujukan kepada pasangan hidupnya tentu terasa lebih romantis ala romeo-juliet. 

***

Pubertas kedua yang dialami orang tua memang akan berbeda satu dengan lainnya. Ada yang bisa mengarah ke sisi positif namun ada juga yang ke negatif. 

Sikap kita sebagai anaknya atau anak muda yang ada di sekitarnya perlu dituntut untuk berpikir bijak. Kasus yang menimpa rekan kerja yang digoda senior lebih tua. 

Meskipun ada perasaan tidak nyaman namun kita tetap harus memberikan respon yang bijak dan tidak menyakiti perasaannya. Ini karena bisa jadi ketika kita memasuki seusianya justru mengalami hal yang sama. 

Mungkin para sesepuh Kompasianer yang sudah melewati Puber kedua bisa ikut sharing tentang kisah dan pengalamannya. Bisa jadi dapat menjadi inspirasi bagi pembaca khususnya anak muda yang galau menghadapi para orang tua yang tengah memasuki masa puber kedua. 

Semoga bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun