Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Bagi Saya, Bibit Bebet Bobot Akan Kalah dengan Behaviour untuk Standar Mencari Pasangan

5 Februari 2021   10:32 Diperbarui: 5 Februari 2021   11:04 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filosofi Bibit Bebet Bobot Dalam Masyarakat Jawa. Sumber Situs Finansialku.com

Cari pasangan itu kenali Bibit, Bebet dan Bobotnya

Nasehat ini begitu sering terlontar kan dalam urusan percintaan. Tidak sedikit orang tua menerapkan filosofi ini untuk menentukan calon menantu yang akan menemani hidup anaknya kelak.

Tidaklah salah karena setiap orang pasti menginginkan hal terbaik untuk putra-putrinya terlebih untuk masa depan mereka bersama pasangannya. Jangan sampai setelah anaknya menikah justru berakhir dengan perceraian atau kesengsaraan bagi anaknya.

Apa itu Bibit, Bebet dan Bobot dalam filosofi orang Jawa untuk menentukan jodoh?

Bibit lebih mengacu pada kondisi fisik dari diri seseorang. Penentuan ini dikarenakan anak  akan mewarisi gen dari orang tua. Semua orang pasti memiliki impian memiliki penerus yang fisiknya menarik, sehat dan tidak cacat. Masih ada pandangan di masyarakat bahwa jika orang tua nya cakep dan cantik maka anaknya pun biasanya juga memiliki paras menawan. Sifat dasar manusia adalah kondisi fisik selalu menjadi penilaian pada seseorang.

Bebet disini lebih mengarah pada kesiapan seseorang dalam menafkahi pasangannya. Umumnya calon mertua akan menilai dari sisi finansial dan pekerjaan calon menantunya.

Apa pekerjaan, berapa penghasilan per bulan, adakah tabungan dan hutang yang dimiliki serta atau sudashkah memiliki rumah adalah sebagian bentuk penilaian yang muncul di calon mertua. Bukan berarti calon mertua matre atau terlalu mementingkan materi namun orang tua selalu ingin menjaga anak-anaknya kelak.

Dirinya berusaha memastikan anaknya tidak akan hidup sengsara atau terlantar setelah menikah. Orang tua mana yang tega melihat anaknya yang dari kecil dirawat dan dicukupi segala kebutuhannya namun setelah menikah justru terlantar.

Jika dulu masih bersama orang tua, makan bisa teratur namun ketika menjalin pernikahan, untuk makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari saja susah. Kekhawatiran inilah yang mendasari adanya penilaian dari sisi Bebet si Calon Menantu.

Bobot lebih mengacu pada seberapa besar pengetahuan yang dimiliki oleh si calon menantu. Indikator penilaian berupa latar pendidikan yang ditempuh oleh calon menantu.

Ada pula Calon Mertua yang akan menilai calon menantu dari pemahaman dari sisi agama. Harapannya dengan latar pendidikan dan pemahaman ilmu agama yang tinggi dapat mengarahkan keluarganya ke arah lebih baik dan tentu saja menjadi keluarga cerdas.

Bagi sebagian masyarakat Jawa, filosofi Bibit, Bebet dan Bobot masih kental diterapkan dalam menentukan jodoh bagi putra-putrinya. Tidak sedikit pasangan yang terganjal restu orang tua karena ada salah satu indikator yang tidak terpenuhi. Misalkan calon menantu memiliki paras ganteng, ilmu agama cukup baik namun karena dirinya berasal dari keluarga sederhana sehingga ditolak oleh sang Mertua.

Ada pula yang ganteng, kaya namun suka main perempuan tentu akan jadi penilaian tersendiri untuk Calon Mertua menerima si calon menantu tersebut.

Bagi saya justru ada 1 indikator penilaian lain yang jauh lebih penting dalam menentukan pasangan yaitu behaviour atau perilaku. Saya justru menempatkan behaviour diatas bibit, bebet dan bobot. Mengapa?

Tidak semua orang yang ganteng, kaya dan memiliki gelar pendidikan tinggi memiliki behaviour yang baik untuk membangun rumah tangga kelak. Menurut saya ada cara khusus untuk menilai apakah calon menantu memiliki behaviour yang baik dan pantas bersanding dengan anaknya kelak.

Apa saja itu?

1. Behaviour terhadap Tuhan (Amalan Agama)

Seringkali orang tua terkecoh dalam hal ini. Banyak sekali orang tua masih menilai jika seseorang lulusan pondok pesantren, yayasan agama, paham kitab suci sudah dianggap sebagai calon menantu idaman. Nyatanya tidak semua dari hal tersebut menjamin orang tersebut mengamalkan ajaran agama dengan baik. Bisa jadi mereka paham secara teori tapi tidak dalam praktek kehidupan sehari-hari.

Kita bisa melihat di sekitar kita ada kasus seperti orang yang dinilai sosok teladan dalam urusan agama nyatanya suka main perempuan, istri sirih banyak dan bahkan terjerat kasus narkoba. Perilaku seperti ini tentu akan menyakitkan bagi hati si istrinya kelak. Nyatanya penilaian Bobot hanya melihat dari sisi kulit luarnya saja dengan melihat perilaku mereka di kehidupan sehari-hari.

Hal sederhana yang bisa kita pantau adalah bagaimana dirinya mengamalkan ajaran agama. Mungkin selama ini kita melihat sosok tersebut kurang releigius karena jarang ke tempat ibadah namun justru dalam kegiatan sehari-hari dirinya berusaha mengamalkan ajaran agama dengan baik.

Dirinya pantang menyakiti orang lain apalagi perempuan, takut untuk berbohong, menghindari judi dan maksiat dan sebagainya. Justru dengan melihat karakter seseorang lebih dalam khususnya dalam mengamalkan ajaran agama akan lebih menjamin bahwa orang tersebut pantas untuk dijadikan pasangan.

2. Behaviour terhadap Sesama Manusia (Interaksi Sosial)

Kita perlu melakukan penilaian bagaimana sikap pasangan terhadap orang disekitar nya. Hal mudah adalah lihat bagaimana dirinya bereaksi ketika marah, kecewa,senang ataupun sedih. Ini karena dalam menjalankan bahtera rumah tangga pasti akan merasakan semua rasa tersebut. 

Ketika seseorang mudah terpancing emosi untuk urusan sepele bisa jadi hal tersebut akan terbawa dalam urusan rumah tangga. Jangan sampai muncul kejadian nasi belum matang, suami memarahi istri secara habis-habisan.

Lihat juga bagaimana dirinya ketika sedang marah. Jika dia marah dengan meluapkan kata-kata kasar, kotor dan melakukan tindakan fisik yang melukai dirinya dan orang lain maka pikirkan kembali untuk menjadikan dirinya pasanganmu. Ingatlah merubah karakter tidak semudah membalikkan telapak tangan karena karakter terbukti selama bertahun-tahun dan tertanam dalam alam bawah sadar. Bisa jadi ketika kalian tengah berkonflik, justru terjadi tindakan fisik karena kemarahan pasangan.

Saya teringat kisah cinta Manohara Odelia Pinot yang sempat menghebohkan masyarakat Indonesia. Seorang gadis keturunan Indonesia dipersunting oleh keluarga salah satu kerajaan di Malaysia.

Ibarat menonton film Cinderela dimana masyarakat biasa menikahi pangeran yang kaya dan terpandang. Nyatanya kisah cinta Manohara tidak seindash Cinderela dimana dirinya justru diinformasikan menerima Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) selama menjalin pernikahan.

Kita juga bisa menetukan pasangan ideal dari cara mereka memperlakukan pasangannya. Meskipun bukan berasal dari keluarga kaya, namun ketika seseorang berjuang untuk membahagiakan pasangan, menjadikan pasangan sebagai ratu di kehidupan justru lebih romantis dan menjamin kehabagian dibandingkan kaya namun cuek.

Dari kisah ini saya menilai bahwa Bibit, Bebet dan Bobot yang dianggap menjadi standar yang baik bisa saja masih keliru. Justru kita perlu menjadikan indikator perilaku (behaviour) pasangan saat berinteraksi dengan sesama.

Meskipun dirinya hanyalah orang biasa namun dia selalu berusaha berbuat baik kepada orang lain, tidak main kasar, serta memberikan pengaruh positif kepada orang sekitar akan lebih bernilai dari mereka yang kaya namun suka melakukan kekerasan kepada orang lain.

3. Behavior terhadap Orang Tua (Pengabdian/Rasa Bhakti)

Mencari jodoh sebaiknya jangan hanya sayang kepada pasangannya saja namun juga perlu bagaimana dirinya memperlakukan orang tua. Ini karena sebagai anak kita perlu berbakti dan merawat orang tua ketika sudah dewasa. Semakin lama tentu orang tua akan menjadi sosok yang lemah dan  butuh perawatan anak-anaknya. Jangan sampai rasa bhakti kita terhalangi oleh sikap pasangan.

Untuk itu sebelum memilih pasangan, perhatikan bagaimana dirinya memperlakukan orang tuanya dan orang tua kita. Ini karena ketika kita menikah, akan ada 2 keluarga yang menjadi satu. Orang tua istri adalah orang tua kita juga dan orang tua kita juga adalah orang tua si istri.

Ketika pasangan terlalu cuek dengan orang tua, tidak pernah mengirimkan uang kepada orang tua ataupun ketika orang tua sakit, si anak tidak peduli. Alangkah baiknya pertimbangkan kembali pasangan seperti ini. Bisa jadi kelak ketika orang tua sudah lanjut usia, pasangan tidak akan peduli dan enggan untuk merawat. Padahal kita berusaha ingin menjadi anak yang berbakti pada orang tua. 

Meskipun pasangan sekaya Jeff Bezos, secantik Angelina Jolie, Sepopuler Atta Halilintar namun ketika dirinya tidak berbakti pada orang tua slebih baik mundurlah secara alon-alon (perlahan). Jangan sampai kita di cap sebagai anak durhaka karena tidak berbakti pada orang tua.

--------

Itulah mengapa bagi saya justru behavior harus ditempatkan lebih tinggi diatas Bibit, Bebet, dan Bobot karena harta bisa dicari, wajah bisa dipermak, ilmu pengetahuan bisa dipelajari namun perilaku adalah karakter yang sudah  tertanam dalam alam bawah sadar. Masihkah Bibit, Bebet dan Bobot menjadi patokan utama dalam memilih pasangan? Kalau saya sih lihat behaviour pasangan terlebih dahulu. Sepakat?

Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun