Bandingkan dengan di Indonesia, semakin kamu mengganggap dirimu spesial khususnya dalam suatu jabatan maka banyak yang bersikap arogan dan tidak disiplin.Â
Berangkat kerja sesuka hatinya, pulang lebih awal dibandingkan semestinya, datang meeting telat dan sebagainya. Budaya disiplin dari WNA memang patut dicontoh bagi kita untuk lebih menghargai waktu.
WNA juga menjunjung profesionalitas dalam dunia kerja. Jika kalian pernah bekerja di perusahaan Eropa atau Amerika . Kalian akan menemukansisi profesionalitas dalam dunia kerja. Contohnya kamu memiliki atasan WNA yang sebenarnya juga adalah teman dekatmu.Â
Ketika dirimu salah di kantor, temanmu akan tegas menegurmu. Namun setelah itu mereka akan bersikap tenang kembali dan bercanda gurau setelah jam kantor selesai. Mereka tidak akan mengkaitkan hubungan personal dalam dunia kerja begitupun sebaliknya.
Bandingkan dengan di Indonesia, banyak yang baper ketika mendapatkan sebuah teguran. Bahkan sering terjadi kita menjadi pusat kemarahan oleh atasan karena kesalahan yang tidak kita lakukan atau istilahnya kemarahan yang dibuat-buat.Â
Nyatanya si bos uring-uringan karena habis berantem dengan sang istri di rumah atau si istri tidur mendengkur sehingga tidur si bos jadi tidak nyenyak. Permasalahan pribadi sering dibawa ke urusan kerja yang membuat seakan tidak profesional.
Hal lainnya Pejabat WNA akan menghargai setiap usaha dan waktu dari team atau anak buahnya. Jika dirasa tidak perlu lembur untuk mengerjakan tugas maka dirinya tidak akan meminta anak buah atau team lembur di kantor. Jikapun ternyata harus lembur, akan ada bayaran yang setimpal dari overtime tersebut.Â
Bandingkan di Indonesia, karyawan yang pulang overtime selalu dianggap rajin dan patut dicontoh. Bahkan ada perusahaan yang tidak membayar lembur karyawan karena mengganggap hal tersebut sebagai loyalitas terhadap perusahaan atau atasan. Sebuah ironi yang sering terjadi.
Sisi Pahit/Kecutnya
Tidak dipungkiri memiliki pejabat asing pasti juga terhadap sisi pahitnya. Kita berkaca pada dulu jaman penjajahan Belanda, Herman Williem Daendels yang saat itu menjabat Gubernur Hindia Belanda telah memberikan kisah pilu bagi masyarakat Indonesia.Â
Sistem kerja paksa Rodi untuk pembangunan jalan dari Anyer hingga Panarukan dengan upah yang minim bahkan dengan siksaan dari para pejabat Belanda saat itu. Meskipun itu sudah terjadi pada masa lampau namun kisahnya ini telah menciptakan stereotip bahwa pejabat asing akan semena-mena pada masyarakat lokal.