Ternyata saya kurang update seputar kebijakan terkini di Bali khususnya pelarangan penggunaan plastik sekali pakai. Saya akhirnya baru tahu bahwa ada Peraturan Walikota Denpasar No.36/2018 tentang Pengurangan Penggunaan KainPlastik serta diperkuat oleh Peraturan Gubernur Bali No.97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Saya patut bangga dengan kesadaran dan kepatuhan warga Denpasar terharap regulasi yang ada. Tidak terdengar aksi protes seperti unjuk rasa atau pemberitaan di media terkait penolakan. Biasanya ketika ada kebijakan yang bersifat mengubah gaya hidup masyarakat, rata-rata akan muncul sikap protes dari elemen masyarakat. Bahkan dengan identitas Bali sebagai daerah tujuan wisata pasti dikhawatirkan akan mempengaruhi minat wisatawan.
Berkaca pada Thailand ketika menerapkan aturan seperti ini muncul berbagai reaksi dari warganya. Ada sikap protes warga Thailand yang berbondong-bondong belanja dengan membawa perkakas atau peralatan yang tidak lazim untuk wadah barang belanjaan seperti tas koper, ember, jaring ikan, topi petani dan peralatan tidak lazim lainnya sebagai bentuk protes.
Cukup menarik melihat respon warga Denpasar yang  berusaha patuh terhadap regulasi yang ada. saya menilai warga Bali tidak terlalu memusingkan aturan dengan protes selagi kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan norma yang ada. Bahkan selama ini jarang terdengar aksi demo di Bali kalaupun ada lebih cenderung aksi demo damai. Ibaratnya toh jalani dulu aja.
Wisatawan asing pun menyambut baik kebijakan ini khususnya yang berasal dari Australia, Jepang, Korea ataupun negara Eropa. Ini karena mereka sudah terbiasa untuk mengurangi sampah plastik dan memilih hidup Go-Green.
Saya menilai ada 4 kebanggaan saya terhadap sikap warga Denpasar yang  bersedia beralih dari plastik sekali pakai ke tas belanja kain yang ramah lingkungan.
Pertama, Masyarakat Lebih Hemat.Â
Saya melihat penggunaan plastik kain justru lebih hemat. Bayangkan saat saya di Jakarta, jika ingin menggunakan tas plastik di minimarket modern harus membayar Rp. 200/plastik. Â Umumnya si pembeli tidak sadar dan baru tahu jika mengecek struk belanja ternyata ada biaya pembebanan kantong plastik. Anggap sebulan saya belanja 10 kali maka sudah habis Rp. 2.000/bulan dan jika dikalkulasikan setahun mencapai Rp.24.000.Â
Pengunaan tas belanja kain akan terasa efisien karena bisa digunakan berulangkali. Artinya sekali bayar Rp. 3.000 - Rp. 5.000 (harga tas kain di Bali) bisa dipakai berbulan-bulan bahkan tahunan jika dipakai dengan bijak. Artinya tas belanja kain membuat kita hemat  puluhan ribu rupiah pertahun.
Kedua, Warga Denpasar Kini menjadi Bagian dari Pejuang Go-Green.
Sudah rahasia umum jika plastik merupakan bahan yang susah terurai.Menguntip data tirto.id menjelaskan bahwa barang plastik baru bisa terurai selama 1.000 tahun, sampah kertas selama 2-6 minggu hingga sterofoam menjadi bahan yang tidak bisa terurai oleh tanah. Bayangkan sudah berapa banyak sampah yang manusia hasilkan serta seberapa bahayanya plastik yang dapat menjadi penyebab permasalahan lingkungan. Ini artinya warga Denpasar secara tidak langsung telah berkontribusi dalam penyelamatan lingkungan dan menjadi partisipan Go-Green.Â
Saya ingat saat dulu main ke Pantai Kuta atau Pantai Sanur sering menemukan plastik dari minimarket berlogo Semut dan Lebah yang terbuang di sekitar kawasan wisata. Ini karena kebanyakan pengunjung membeli minuman atau cemilan di minimarket tersebut kemudian dan membuang sampah plastik secara sembarangan. Kini saat Desember lalu saya ke Pantai Kuta dan Sanur, sampah plastik sudah mulai berkurang.Â
Tiga, Tas Belanja Kain Mendorong Industri Kecil dan Pengembangan Pariwisata.Â