Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Warga Denpasar Gunakan Tas Kain, Bukti Tidak Ada yang Mustahil Menjadi Masyarakat Go-Green

9 Juli 2020   15:10 Diperbarui: 12 Juli 2020   10:07 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerakan Menolak Tas Plastik. Sumber VoiceMalang

Ada pengalaman yang tidak terlupakan pada Natal 2019. Saat itu saya menyempatkan diri pulang ke Bali saat libur Natal dan Tahun Baru. Keluarga besar memang tinggal di Kota Denpasar dan saya sejak merantau kuliah dan bekerja di Jawa memang agak jarang pulang ke Bali. Setahun bisa sekali atau 2 kali saja. Namun tahun 2019 kemarin saya hanya bisa pulang ke rumah orang tua di Bali saat liburan Natal karena terkendala rutinitas yang padat.

Ketika saya pulang ke Bali, kegiatan rutinitas adalah berbelanja di mini market dekat rumah. Biasanya ketika keluarga besar saya tahu saya lagi di Bali. Mereka akan sempatkan ke rumah, apalagi adik sepupu saya paling bersemangat ke rumah jika saya pulang ke Bali. Apalagi saya pulang sekaligus merayakan Natal di rumah maka tradisi kumpul untuk dapat "angpao" natal sudah menjadi kewajiban.

Suatu ketika saya berinisiatif membeli kebutuhan cemilan di minimarket dekat rumah. Awalnya tidak ada yang aneh ketika berbelanja. Namun ketika mengantri di kasir, saya melihat para pembeli mengeluarkan tas kain dan memasukan barang belanjaan ke dalam tas yang dibawa.

"Oh, mereka mungkin kebetulan bawa tas jadi ga perlu pakai plastik atau pakai plastik dipungut biaya jadi mereka pilih pakai tas sendiri". Saya masih berpikir bukan sesuatu yang aneh karena selama ini di Jakarta atau Surabaya banyak minimarket atau supermarket yang memberikan biaya tambahan bagi pembeli yang ingin menggunakan plastik.

Ketika giliran saya bertransaksi. Barang yang sudah di barcode dikesampingkan oleh kasir. Membayar nominal yang muncul di layar kasir kemudian saya melihat kok barang saya tidak dibungkus.

"Sing maan plastik, gek? (Ga dapat plastik, mbak?)" Tanyaku

"Ampura bli. Jani melanja sing maan plastik. (Maaf mas. Sekarang belanja tidak dapat plastik)". Kata kasirnya. 

Saya pun kaget, masa tidak dapat plastik. Setidaknya jika harus bayar, gak masalah lah. Ini saya bungkus pakai apa, pikir saya dalam hati

"Bli, niki wenten tas kain hargane Telung tali anggon bungkus barang belanjaan bli (Mas, ini ada tas kain harganya tiga ribu untuk bungkus belanjaan mas)". Kata kasir menunjukkan tas kain yang sebelumnya saya liat dipakai pembeli di depan saya.

Saya syok aja masa minimarket tidak menyediakan kain plastik sebagai pembungkus. Disuruh bayar Rp. 200 hingga Rp. 500 pun bagi saya tidak masalah. Namun kenyataannya di minimarket tersebut memang tidak tersedia kantong plastik dan hanya menyedikan pembelian berupa Tas belanja kain. Ini berlaku untuk semua minimarket atau pusat perbelanjaan di Denpasar.

Ternyata saya kurang update seputar kebijakan terkini di Bali khususnya pelarangan penggunaan plastik sekali pakai. Saya akhirnya baru tahu bahwa ada Peraturan Walikota Denpasar No.36/2018 tentang Pengurangan Penggunaan KainPlastik serta diperkuat oleh Peraturan Gubernur Bali No.97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.

Saya patut bangga dengan kesadaran dan kepatuhan warga Denpasar terharap regulasi yang ada. Tidak terdengar aksi protes seperti unjuk rasa atau pemberitaan di media terkait penolakan. Biasanya ketika ada kebijakan yang bersifat mengubah gaya hidup masyarakat, rata-rata akan muncul sikap protes dari elemen masyarakat. Bahkan dengan identitas Bali sebagai daerah tujuan wisata pasti dikhawatirkan akan mempengaruhi minat wisatawan.

Berkaca pada Thailand ketika menerapkan aturan seperti ini muncul berbagai reaksi dari warganya. Ada sikap protes warga Thailand yang berbondong-bondong belanja dengan membawa perkakas atau peralatan yang tidak lazim untuk wadah barang belanjaan seperti tas koper, ember, jaring ikan, topi petani dan peralatan tidak lazim lainnya sebagai bentuk protes.

Cukup menarik melihat respon warga Denpasar yang  berusaha patuh terhadap regulasi yang ada. saya menilai warga Bali tidak terlalu memusingkan aturan dengan protes selagi kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan norma yang ada. Bahkan selama ini jarang terdengar aksi demo di Bali kalaupun ada lebih cenderung aksi demo damai. Ibaratnya toh jalani dulu aja.

Wisatawan asing pun menyambut baik kebijakan ini khususnya yang berasal dari Australia, Jepang, Korea ataupun negara Eropa. Ini karena mereka sudah terbiasa untuk mengurangi sampah plastik dan memilih hidup Go-Green.

Saya menilai ada 4 kebanggaan saya terhadap sikap warga Denpasar yang  bersedia beralih dari plastik sekali pakai ke tas belanja kain yang ramah lingkungan.

Pertama, Masyarakat Lebih Hemat. 

Saya melihat penggunaan plastik kain justru lebih hemat. Bayangkan saat saya di Jakarta, jika ingin menggunakan tas plastik di minimarket modern harus membayar Rp. 200/plastik.  Umumnya si pembeli tidak sadar dan baru tahu jika mengecek struk belanja ternyata ada biaya pembebanan kantong plastik. Anggap sebulan saya belanja 10 kali maka sudah habis Rp. 2.000/bulan dan jika dikalkulasikan setahun mencapai Rp.24.000. 

Pengunaan tas belanja kain akan terasa efisien karena bisa digunakan berulangkali. Artinya sekali bayar Rp. 3.000 - Rp. 5.000 (harga tas kain di Bali) bisa dipakai berbulan-bulan bahkan tahunan jika dipakai dengan bijak. Artinya tas belanja kain membuat kita hemat  puluhan ribu rupiah pertahun.

Kedua, Warga Denpasar Kini menjadi Bagian dari Pejuang Go-Green.

Sudah rahasia umum jika plastik merupakan bahan yang susah terurai.Menguntip data tirto.id menjelaskan bahwa barang plastik baru bisa terurai selama 1.000 tahun, sampah kertas selama 2-6 minggu hingga sterofoam menjadi bahan yang tidak bisa terurai oleh tanah. Bayangkan sudah berapa banyak sampah yang manusia hasilkan serta seberapa bahayanya plastik yang dapat menjadi penyebab permasalahan lingkungan. Ini artinya warga Denpasar secara tidak langsung telah berkontribusi dalam penyelamatan lingkungan dan menjadi partisipan Go-Green. 

Saya ingat saat dulu main ke Pantai Kuta atau Pantai Sanur sering menemukan plastik dari minimarket berlogo Semut dan Lebah yang terbuang di sekitar kawasan wisata. Ini karena kebanyakan pengunjung membeli minuman atau cemilan di minimarket tersebut kemudian dan membuang sampah plastik secara sembarangan. Kini saat Desember lalu saya ke Pantai Kuta dan Sanur, sampah plastik sudah mulai berkurang. 

Tiga, Tas Belanja Kain Mendorong Industri Kecil dan Pengembangan Pariwisata. 

Tas kain sebagai Souvenir di Bali. Sumber situs Shoppe
Tas kain sebagai Souvenir di Bali. Sumber situs Shoppe

Permintaan Tas belanja kain yang tinggi memberikan kesempatan bagi pelaku industri kecil khususnya para penjahit untuk menciptakan tas belanja. Semakin kreatifnya para pengrajin hingga munculnya desain menarik serta penyematan gambar atau logo pada tas belanja kain tersebut. Jangan heran bila sebelumnya tas belanja kain hanya sebagai pembungkus barang bawaan kini sudah bertransformasi juga menjadi souvenir cantik bagi wisatawan.

Di beberapa tempat oleh-oleh menjual tas belanja kain desain unik dan menarik seperti ada gambar gadis penari bali, I love Bali, pemandangan wisata, tempat rekreasi Bali membuat wisatawan menjadikan tas belanja ini sebagai cinderamata. Banyak wisatawan wanita yang justru bangga membawa tas kain saat mengunjungi tempat wisata. Saya melihat menggandeng tas kain berasa membawa tas merek Hermes atau Gucci.

Keempat, Pengurangan  Plastik Adalah Implementasi Tri Hita Karana. 

Masyarakat Bali mengenal istilah Tri Hita Karana sebagai pedoman untuk mencapai keharmonisan hidup yaitu Parahyangan yang mengatur keharmonisan antara manusia dengan Sang Pencipta; Pawongan yang mengatur keharmonisan antar sesama manusia dan Palemahan yang mengatur keharmonisan manusia dengan lingkungan sekitar.

Secara langsung dengan kesadaran masyarakat untuk beralih dari penggunaan kantong plastik ke tas kain membuat manusia  peduli terhadap lingkungan sekitar yang berlandaskan sisi Palemahan. Ini mengingat manusia dan lingkungan harus bisa hidup selaras. 

Keempat faktor ini menjadi bentuk konkrit manfaat bagaimana masyarakat Bali khususnya warga Denpasar yang kian peduli akan kelestarian lingkungan khususnya meminimalisir pengunaan plastik sekali pakai.

Jika warga Denpasar bisa, harusnya warga tempat lain juga bisa. Lebih baik dari sekarang kita memperhatikan lingkungan jangan sampai telat disaat lingkungan mulai tidak bersahabat dengan kita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun