Saya menilai Bintang Emon hanyalah manusia umumnya yang menggunakan analisa kritisnya dalam melihat putusan yang terlalu ringan dan argumen pelaku yang menyatakan hal tersebut sebagai unsur ketidaksengajaan.Â
Kasus ini sama seperti anak kecil bertanya kenapa ada malam dan siang, kenapa matahari cuma ada di siang hari dan bulan hanya malam hari? kenapa tidak muncul bersamaan?Â
Apakah anak kecil itu salah bertanya yang terkesan kritis? Tentu tidak karena ia berharap  mendapat penjelasan yang masuk akal sehingga menghilangkan rasa keingintahuannya.
Saya akhirnya mencari tahu kronologis penyiraman dari sudut pandang Novel Baswedan sebagai korban serta para saksi mata dari berbagai sumber berita.Â
Diinfokan Novel disiram cairan keras pada saat hendak pulang ke rumah seusai sholat shubuh di masjid yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Tiba-tiba muncul 2 orang yang diduga menyiramkan air keras ke wajah Novel Baswedan hingga muka mengalami luka bakar dan mata buta permanen.
Logika sederhana, ketika seseorang membawa cairan keras serta dibawa dengan kendaraan motor pasti cairan tersebut sudah dimasukan dalam wadah yang kuat agar tidak tumpah.Â
Naluri ini pasti muncul seketika karena dirinya tahu itu akan berbahaya jika jatuh atau tumpah apalagi dibawa dengan kendaraan motor. Apabila tidak ditempatkan di wadah yang aman tentu resikonya air itu akan tumpah ke dirinya terlebih dahulu baru ke orang lain.
Saya pun bertanya, masa ada 2 diduga pelaku membawa air keras pada situasi shubuh disekitaran masjid tanpa ada suatu niatan khusus.Â
Apabila benar air tersebut terjatuh atau tumpah karena ditaruh di wadah yang tidak aman maka seharusnya cairan itu sudah jatuh sejak pelaku menggunakan motor.Â
Secara pelaku bukan warga disekitar tempat kediaman Novel Baswedan. Logika Emon pun wajar muncul karena jika jatuh harusnya ke tanah bukan ke area wajah apalagi situasi dini hari di sebuah kompleks perumahan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!