***
Lama menunggu yang lain, ternyata tidak ada tegur-sapa. Lebih terang lagi, ketiga pasangan yang lain. Diluar Nasrul Abit dan Indra Catri (NA-IC). Sungguh, lillahi ta'ala, ketika saya bereaksi terhadap keputusan Relawan Alang Babega Kota Pariaman mendukung NA-IC, saya tahu dari media.Â
Walau, hubungan saya begitu dekat dengan mereka. Semula, saya ingin konsolidasi virtual dengan pasangan yang diusung Partai Golkar -- PKB -- Partai Nasdem.
Tetapi, reaksi terhadap Relawan Alang Babega berlebihan. Sikap saya, tidak ada perwira atau komandan perang yang salah. Yang keliru, jenderal yang memegang tongkat komando.Â
Sikap saya, melindungi relawan yang sudah tujuh tahun bertungkus-lumus bersama. Sebab, saya melihat ke depan. Ketika usia saya menua, mereka menjadi dewasa. Saya tahu betul hukuman apa yang diberikan oleh pengadilan sejarah, ketika seseorang yang terjun ke ranah politilk, tak punya hati kepada kalangan muda.
Saya tentu punya penilaian terhadap Buya Mahyeldi, Uda Mulyadi, atau Kanda Fakhrizal bersama pasangan masing-masing.Â
Dalam hubungan keluarga, tak mungkin saya menghindar dari Mamanda Ali Mukhni, Bupati Padang Pariaman yang maju menjadi pasangan Uda Mulyadi. Dalam soal keikhwanan (brotherhood), alangkah tercelanya saya jika mengabaikan Buya Mahyeldi.
Khusus Mahyeldi, saya merasakan betul bagaimana perhatiannya kepada pesisir, nelayan, dan samudera. Berkali-kali saya menemani sejumlah pejabat ke Sumbar dalam hubungannya dengan kelautan, Mahyeldi selalu hadir.Â
Baik ketika bersama dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Syarif Cicip Soetarjo, Ketua BPK RI Rizal Djalil, sampai pejabat struktural lainnya,Â
Sebagai Panitia Seleksi Pejabat Tinggi Madya dan Pejabat Tinggi Pratama selama satu setengah tahun di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, saya selalu tekankan tentang pentingnya dorongan program dan anggaran ke laut Sumbar itu.
Saya sempat "mencimeeh" kehadiran Mahyeldi ketika ikut "membersihkan" karang-karang yang "dipercaya" sebagai Kapal Malin Kundang.