Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Berburu Politisi Garis Depan!

26 Juni 2020   14:30 Diperbarui: 27 Juni 2020   09:03 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai Golkar kehilangan dua kursi di DKI Jakarta dalam pemilu DPR RI lalu. Hanya Christina Aryani yang berhasil meraih kursi. Andi Rukman Nurdin, adalah teman yang saya kenal sebagai pengusaha, lalu tiba-tiba mendapat “tugas” sebagai calon nomor urut satu.

Sementara, pemilih Jakarta bukanlah warga irrasional. Lebih dari 50% penduduk Jakarta berpendidikan sekolah menengah atas atau atau sarjana. 

Warga Jakarta pun jauh lebih independen dalam menentukan pilihan. Saya masih ingat, sama-sama berucap memilih Fauzi Bowo dalam Pilgub Jakarta 2007 dengan istri, lalu sama-sama mengaku memilih gambar Adang Dorodjatun di dalam kotak suara?

Apa alasan saya?

“Fauzi Bowo pasti menang. Tapi jangan sampai kemenangan yang diraih dalam jumlah besar. Pilihan kepada Adang adalah jalan untuk tetap memberikan tekanan kelompok oposisi kepada Fauzi Bowo dalam jumlah yang memadai,” begitu yang berdetak di hati saya.

Kehilangan dua kursi bagi Partai Golkar di Jakarta bagi saya adalah gempa skala sedang yang mampu menggoyang akar beringin. Jika gempanya lebih besar lagi, beringin bisa meranggas.

Persoalannya bukan terletak dari sebutan atas Partai Golkar sebagai penista agama. Tetapi, Partai Golkar tidak mampu mengkapitalisasi basis-basis suara pendukung Ahok untuk diubah menjadi kursi.

Tampilnya Andi Rukman Nurdin yang relegius, imam sholat, dan dikenal sebagai “tangan kanan” Erwin Aksa Mahmud – yang sudah muncul sebagai pendukung Prabowo – Sandi; tentu menyulitkan Partai Golkar berebut pemilih. Gerindra, PKS, dan lain-lain jauh lebih “relegius” dibanding Golkar yang “penista”.

Harapan saya, Golkar justru wajib menampilkan ciri merahnya, ketimbang kuning, apalagi relegiusnya, di Jakarta dalam pemilu legislatif 2019 lalu. Kekhawatiran saya terbukti.

Jangankan meraih pemilih baru dari basis muslim perkotaan – yang sebetulnya juga bias, karena saya tahu persis begitu banyak orang-orang luar Jakarta yang bermukim di Jakarta menjelang hari pemilihan. 

Jakarta tidak bisa tiba-tiba “Teguh Beriman”. Rumah saya bahkan dipakai selama seminggu, guna menampung kalangan ikhwan – pun akhwat – yang ronda dakwah demi Anies – Sandi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun