Partai Golkar kehilangan dua kursi di DKI Jakarta dalam pemilu DPR RI lalu. Hanya Christina Aryani yang berhasil meraih kursi. Andi Rukman Nurdin, adalah teman yang saya kenal sebagai pengusaha, lalu tiba-tiba mendapat “tugas” sebagai calon nomor urut satu.
Sementara, pemilih Jakarta bukanlah warga irrasional. Lebih dari 50% penduduk Jakarta berpendidikan sekolah menengah atas atau atau sarjana.
Warga Jakarta pun jauh lebih independen dalam menentukan pilihan. Saya masih ingat, sama-sama berucap memilih Fauzi Bowo dalam Pilgub Jakarta 2007 dengan istri, lalu sama-sama mengaku memilih gambar Adang Dorodjatun di dalam kotak suara?
Apa alasan saya?
“Fauzi Bowo pasti menang. Tapi jangan sampai kemenangan yang diraih dalam jumlah besar. Pilihan kepada Adang adalah jalan untuk tetap memberikan tekanan kelompok oposisi kepada Fauzi Bowo dalam jumlah yang memadai,” begitu yang berdetak di hati saya.
Kehilangan dua kursi bagi Partai Golkar di Jakarta bagi saya adalah gempa skala sedang yang mampu menggoyang akar beringin. Jika gempanya lebih besar lagi, beringin bisa meranggas.
Persoalannya bukan terletak dari sebutan atas Partai Golkar sebagai penista agama. Tetapi, Partai Golkar tidak mampu mengkapitalisasi basis-basis suara pendukung Ahok untuk diubah menjadi kursi.
Tampilnya Andi Rukman Nurdin yang relegius, imam sholat, dan dikenal sebagai “tangan kanan” Erwin Aksa Mahmud – yang sudah muncul sebagai pendukung Prabowo – Sandi; tentu menyulitkan Partai Golkar berebut pemilih. Gerindra, PKS, dan lain-lain jauh lebih “relegius” dibanding Golkar yang “penista”.
Harapan saya, Golkar justru wajib menampilkan ciri merahnya, ketimbang kuning, apalagi relegiusnya, di Jakarta dalam pemilu legislatif 2019 lalu. Kekhawatiran saya terbukti.
Jangankan meraih pemilih baru dari basis muslim perkotaan – yang sebetulnya juga bias, karena saya tahu persis begitu banyak orang-orang luar Jakarta yang bermukim di Jakarta menjelang hari pemilihan.
Jakarta tidak bisa tiba-tiba “Teguh Beriman”. Rumah saya bahkan dipakai selama seminggu, guna menampung kalangan ikhwan – pun akhwat – yang ronda dakwah demi Anies – Sandi.