Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Budaya Spiritual Kesultanan Buton

26 Agustus 2019   03:55 Diperbarui: 27 Agustus 2019   08:20 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus terang, peristiwa kekalahan pasukan Kota Pariaman itulah yang membuat saya begitu sering berjalan ke arah timur. Saya masuk kota Ambon ketika konflik hampir selesai. Pun ke Ternate, Tidore, Papua, belahan Maluku lain, pun tentunya Sulawesi. Di Seram, saya menemukan sejumlah laki-laki yang bertubuh tinggi besar yang ikut menjaga saya. Tubuh-tubuh yang bakal tidak kesulitan mengayunkan parang.

Di Buton, dan tentu Muna, saya menemukan sosok-sosok yang memiliki karakter berbeda-beda, sesuai dengan nomenklatur kedudukan ayah-kakek-buyut mereka di dalam naungan Kesultanan Buton. Yang belum saya injak hanya Madura, guna mencari sosok yang begitu menakutkan bagi orang-orang Pariaman pada abad ke-17 lalu.

Walau pernah dikalahkan oleh pasukan asal Bone, Seram dan Madura, tentu sebagai anak Pariaman saya tidak memiliki dendam apapun. Yang saya miliki adalah rasa persamaan nasib sebagai suku bangsa yang pernah sama-sama pernah berhadapan dengan kolonialisme ekonomi, politik dan budaya bangsa-bangsa asing.

Aru Palaka dan Kapiten Jonker sama-sama dikhianati oleh VOC. Mereka tewas bukan sebagai bagian dari pahlawan VOC, melainkan parasit yang layak dilenyapkan dengan beragam tipu muslihat.

Kesultanan Buton barangkali adalah kerajaan Islam yang terlama di belahan Indonesia Timur. Sultan-sultan Buton mengamati dari dekat akibat-akibat dari peperangan yang terjadi antara kerajaan-kerajaan nusantara lain melawan bangsa-bangsa asing. Karena itulah, Buton membangun standarisasi tersendiri.

Sejak awal abad ke-17, Benteng Buton dibangun oleh La Elangi atau Dayanu Ikhsanuddin yang merupakan Sultan Buton ke-4. Benteng itu merupakan benteng terluas di dunia. Saya sempat sampaikan kepada Prof Dr La Niampe, agar menjadikan Benteng Buton sebagai situs warisan budaya dunia oleh UNESCO.

Kebetulan, saya ikut mempengaruhi Walikota Sawahlunto Amran Nur agar tak menghancurkan bekas tambang batubara itu. Saya bersama Taufik Rahzen, Edi Utama, pun Andrinof Chaniago bertemu dengan Walikota Sawahlunto, dalam acara Musyawarah Besar Gebu Minang pada Desember 2005.

Terus terang, saya tidak mengikuti proses berikutnya. Hanya, beberapa kali saya diundang ke Sawahlunto untuk memberikan seminar, termasuk ketika menjadi Ketua Tim Ahli Yuddy Chrisnandi. Saya tentu terus memantau, atau bertanya kepada pihak terkait, terutama walikota.

Nah, apabila Benteng Buton hendak dijadikan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO, pihak pemerintahan daerah Kota Baubau atau Kabupaten Buton tinggal mengundang perwakilan Kota Sawahlunto, Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta UNESCO sendiri untuk menanyakan prosedurnya.

Makam Syech Abdul Rachman Maligano. DokPri
Makam Syech Abdul Rachman Maligano. DokPri
Apalagi, di mata saya, Benteng Buton termasuk benteng yang paling unik di seluruh dunia.
Apa? 

Benteng yang sedikit sekali berhasil menumpahkan darah. Justru yang terkubur di dalam area benteng adalah keluarga kesultanan. Saya berkesempatan memasuki "area terlarang" itu atas izin Istana Kesultanan Buton. Sultan-sultan yang berilmu tinggi, bukan hanya dalam skala lokal, namun juga nasional dan internasional. Sultan-sultan yang mewariskan begitu banyak naskah yang ketika dibacakan nukilannya oleh Prof Dr La Niampe, membuat hadirin menangis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun