Berpikir tentang kejadian terkini, ketika seorang Jenderal, ketua KPK dan pejabat penting lainnya terbelit masalah. Adakah kita menyiapkan diri pada sesuatu, atau sekedar skenario terburuk?.
Mati itu mudah...Hidup itu yang susah..hehhe.
Dari sejak lahir sampe menghembuskan nafas terakhir, tantangan hidup itu mampir bertubi2..
(Dari tantangan di sekolah, tantangan di pacaran, masalah ortu, masalah finansial, masalah di kerjaan, dan banyak lagi)
Ahh, gw jadi teringat ama sosok Joni Eareckson (www.joniandfriends.org), dimana dia adalah sosok yg energik, aktif olahraga renang, hiking, tenis, berkuda.
Di usia 17 tahun karena salah memprediksi kedalaman air ketika diving, dia mengalami quadriplegic : cacat dari bahu sampe kaki..
Dua tahun rehabilitasi dia mengalami rasa marah, pikiran2 bunuh diri, ragu mengenai agama dan Tuhan, depresi.
Kemudian dia bertekad untuk menggunakan semaksimal mungkin bagian tubuh-nya yang masih aktif:
- membuat lukisan dengan pensil yg dipegang di gigi2nya
- mengarang lebih 40 buku
- merekam beberapa album musik
- berperan sebagai dirinya sendiri di film autobiografi
- menjadi pembicara untuk mereka yang disabled.
Baiklah misalkan (amit-amit jabang bayi...) yah, kalo misalkan karena kecelakaan atau penyakit, maka kemudian kita kondisikan bahwa kita - mau tidak mau - menghadapi keadaan dimana kita tidak bisa melakukan hal paling mendasar, the most basic needs, seperti mandi-berpakaian-makan, dan lainnya.
Kira kira, apa yang akan kalian lakukan ?
Tentang pejabat pejabat dan orang berduit tak berserial itu, mungkin mereka sebenarnya sudah mempersiapkan diri pada hal terburuk yang mungkin akan mereka alami. Misalnya; perkara hukum, ketidakmampuan dekat keluarga atau bahkan meninggal bersama kasusnya. Mereka punya ( pasti ) simpanan yang memadai untuk pewaris mereka.
Bagaimana dengan orang biasa yang hidupnya Senin Kamis ala kita?
Okelah... Kalau kita punya pasangan hidup, dan dia bener benar cinta kita, tentu dia akan merawat sepenuh hatinya kan?..
Tapi toh kalau pasangan hidup kita pun akhirnya lelah dengan semuanya itu dan mencari peluang kebebasan dari beban (kita), bolehkah kita berhak marah dan menghakimi?
Seandainya pun kalau ada anak dan mereka telah tumbuh dewasa, toh tidak bisa bergantung pada mereka juga yah.., karena mereka toh punya kehidupan yang harus dijalaninya sendiri..
Begitu pula dengan saudara kandung dan mungkin teman dekat. Dan kalau mereka seperti-nya tidak segitu perhatian dengan kondisi kita, boleh kah kita berhak kesal dan meengutuk?
////////\\
Kalau dipikir-pikir mungkin kita akan jatuh ke lembah frustasi, liar mengkhayal lebih baik disuntik mati saja, supaya tidak merepotkan semuanya.
Sebuah opsi paling mudah dan menyerah pada keadaan. Karena bertahan hidup memang susah, tapi lebih susah ketika hidup tanpa daya.
Ada pemikiran " carilah duit sebanyak-banyaknya, nanti bisa sewa perawat untuk menjaga kita".
Sepertinya duniawi banget, tapi ... itu dia yang membuat orang seperti saya jadi mikir lagi; lebih jauh - betapa pentingnya investasi dan asuransi, serta belajar banyak kemampuan, utamanya soal kesehatan tubuh.
Asuransi dan investasi, itu dia. Meski hidup tidak dalam kekuasaan kita untuk merencanakan, tapi bukankah tugas utama kita adalah mempersiapkan diri?. Mempersiapkan diri pada hal terburuk tidak berarti pula membuat kita terjebak pada kondiai paranoia bukan?
Berangkat dari semua ini, saya amat terkesan dari kutipan milik penulis Amerika, Stephen Covey : "Begin with the End in mind" (habit #2)...
Karena ketika saya sampai pada pemikiran "the worst scenario" itu, cara pandang saya jadi berbeda.
Masa muda dimana energi berlimpah adalah masa-masa persiapan dan mengumpulkan cadangan kehidupan. Karena kita tidak selamanya muda dan tidak selamanya produktif. Bukankah ada tertulis tentang; apa yang kita tabur itulah yang kita tuai. Dan tidak selamanya hari itu siang dan langit biru, karena malam pasti akan menjelang dan badai bisa saja terjadi. Siapkan payung sebelum hujan. Dst...
Terlepas dari pejabat pejabat penuh masalah tadi, mungkin saya lebih memilih menyelesaikan masalah sendiri aja dah... Bahkan, saya tidak ragu bahwa presiden pun akan menyiapkan skenario terburuk pemerintahannya yang belum seumur jagung. Ya kan?
Bagaimana dengan kalian guys?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H