Kalau dipikir-pikir mungkin kita akan jatuh ke lembah frustasi, liar mengkhayal lebih baik disuntik mati saja, supaya tidak merepotkan semuanya.
Sebuah opsi paling mudah dan menyerah pada keadaan. Karena bertahan hidup memang susah, tapi lebih susah ketika hidup tanpa daya.
Ada pemikiran " carilah duit sebanyak-banyaknya, nanti bisa sewa perawat untuk menjaga kita".
Sepertinya duniawi banget, tapi ... itu dia yang membuat orang seperti saya jadi mikir lagi; lebih jauh - betapa pentingnya investasi dan asuransi, serta belajar banyak kemampuan, utamanya soal kesehatan tubuh.
Asuransi dan investasi, itu dia. Meski hidup tidak dalam kekuasaan kita untuk merencanakan, tapi bukankah tugas utama kita adalah mempersiapkan diri?. Mempersiapkan diri pada hal terburuk tidak berarti pula membuat kita terjebak pada kondiai paranoia bukan?
Berangkat dari semua ini, saya amat terkesan dari kutipan milik penulis Amerika, Stephen Covey : "Begin with the End in mind" (habit #2)...
Karena ketika saya sampai pada pemikiran "the worst scenario" itu, cara pandang saya jadi berbeda.
Masa muda dimana energi berlimpah adalah masa-masa persiapan dan mengumpulkan cadangan kehidupan. Karena kita tidak selamanya muda dan tidak selamanya produktif. Bukankah ada tertulis tentang; apa yang kita tabur itulah yang kita tuai. Dan tidak selamanya hari itu siang dan langit biru, karena malam pasti akan menjelang dan badai bisa saja terjadi. Siapkan payung sebelum hujan. Dst...
Terlepas dari pejabat pejabat penuh masalah tadi, mungkin saya lebih memilih menyelesaikan masalah sendiri aja dah... Bahkan, saya tidak ragu bahwa presiden pun akan menyiapkan skenario terburuk pemerintahannya yang belum seumur jagung. Ya kan?
Bagaimana dengan kalian guys?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H