“Secara menyeluruh sejak mahasiswa Teknik Unhas di Tamalanrea (2012) pindah ke Gowa, intervensi trhadap mahasiswa utk tdk berlembaga makin besar tekanannya. Akhirnya banyak mahasiswa di kampus Gowa yg kehilangan wadah utk mengembangkan diri. Mereka ketakutan dan memilih utk tdk berlembaga (cari aman).”
seolah dibuat-buat, tapi memang begitulah faktanya.
Masih banyak keanehan-keanehan yang terjadi di dalam kampus teknik gowa sejak awal kepindahannya dari tamalanrea. Bahkan hal kecilpun kini tidak ada yang memerhatikan. Tidak adanya buku di perpustakaan menjadi gambaran kecilnya. Solusi yang ditawarkanpun belum berjalan yaitu, dengan menggunakan perpustakaan online (sampai sekarang hal ini belum ada) sementara jaringan wi-fi yang sangat lambat, dengan jumlah mahasiswa teknik yang sangat banyak.
Jangan bermimpi ketika mengunjungi kampus megah yang katanya senilai 2,1 triliun ini, memiliki full fasilitas. Bahkan gedung yang menerapkan konsep Green Building, terasa sangat panas ketika belajar di dalamnya. Gedung perkuliahan yang belum sepenuhnya jadi, tidak adanya laboratorium bagi para calon Engineer (Elektro dan Mesin) ini menjadi contoh bahwa proses pemindahannya sangat prematur. Ya! Tidak ada laboratorium bagi para mahasiswa TEKNIK yang sangat membutuhkan laboratorium sebagai sarana penerapan teori yang dipelajari di dalam kelas. Solusinya, mahasiswa diharuskan pulang balik Makassar – Gowa. Perkuliahan di Kabupaten Gowa, laboratorium di Tamalanrea, Makassar.
Lantas, kami hanya diam? Tentu tidak, telah berulang kali masalah tersebut disampaikan kepada birokrat kampus. Hanya saja, tidak adanya pengawalan terhadap keluhan-keluhan tersebut, membuat semuanya hilang tanpa ada tindak lanjutnya.
Jangan salahkan kami para mahasiswa, berfikir bahwa ada ‘main’ dalam proses pembangunan kampus teknik Unhas Gowa. Yang bisa dilakukan? Hanya diam, menikmati kampus megah ini yang seolah semu. Kebanyakan dari kami mahasiswa seolah apatis dengan segala keanehan-keanehan ini. Jangan bermimpi melihat mahasiswa Gowa yang menyuarakan keinginannya untuk meminta transparansi pembangunan kampus Gowa. Yang bahkan hanya sekedar menuntut janji wi-fi saja tidak bisa.
Seolah agenda untuk membungkam mahasiswa dari sikap kritis telah berhasil. Dibatasinya lembaga kemahasiswaan di kampus Gowa, seolah memberikan andil yang cukup signifikan dalam agenda tersebut. Sangat jarang melihat mahasiswa-mahasiswa yang melakukan kajian-kajian tentang permasalahan-permasalahan masyarakat yang ada di sekitar kita. Engineer yang katanya akan hadir sebagai pemecah permasalahan yang ada di masyarakat, kini terdoktrin hanya sekedar memiliki IPK yang tinggi untuk segera keluar dan menjadi pekerja di perusahaan-perusahaan multi nasional.
Proses pendidikan yang sejatinya menuntut alumni yang dapat memecahkan masalah kehidupan, melatih nalar dan berpikir kritis kini disibukkan dengan sikap-sikap hedonis. Sangat miris, ketika mendengar perbincangan-perbincangan di kantin kampus seputar mahasiswa yang lagi galau karena diputuskan oleh pacarnya, yang gagal move on, berbicara tentang anime terbaru, game terbaru yang akan hadir, film terbaru di bioskop, semuanya tidak ada yang menyentuh pembicaraan-pembicaraan tentang permasalahan masyarakat. Sangat wajar jika semakin hari kualitas lulusan S1 semakin merosot.
Hal ini tentunya bukan sepenuhnya karena tidak adanya lembaga kemahasiswaan, hanya saja kondisinya akan lebih baik dengan hadirnya organisasi yang akan tetap berpegang teguh pada tri dharma perguruan tinggi. Lema bisa menjadi motor dan bahan bakar baru untuk mengingatkan kepada mahasiswa lainnya bahwa masalah yang di hadapi bukan sekedar 'gagal move on!'. Banyak hal di depan sana yang butuh perhatian.
Pemindahan Sekretariat OKFT-UH sebagaimana yang disebutkan dalam artikel tersebut :
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!