"Habis kau, Bandar!" Kartu As ditangan. Beni yakin betul kali ini akan menang. Ia keluarkan cincin emas, bermaksud menambah uang taruhan. Namun belum sempat ia meletakkannya di atas meja, tiba-tiba seorang gadis terdengar memanggil namanya.
"Alamak!" Mata Beni terbelalak saat melihat asal suara.Â
"Abang! Kau jahat!" Ratih berteriak pada Beni dan langsung berlari pergi.Â
Bak disambar petir, Beni membuang kartu dan memasukkan kembali cincinnya. Ia berlari mengejar Ratih. Kalah langkah, ia pun mengambil motornya. Namun nahas, si tua tak mau menyala.Â
Beni panik, berlari meloncati pagar dan kembali mengejar. Bertambah panik saat melihat bentor berhenti tepat di depan kekasihnya. Penyesalan, ketakutan, dan rasa bersalah menikam bertubi-tubi. Beni lunglai saat sudah berada di dekat Ratih.
"Ratih sayang! Abang janji tak akan berjudi lagi!" teriak Beni, berharap Ratih tak pergi.Â
Ratih terpaku di depan bentor. Matanya berkaca-kaca. Menarik nafas, menahan tangis. Kekecewaan terlihat jelas di raut wajahnya. Dan bentor tak bisa menunggu lama. Sang sopir terlihat bingung, dan memilih tancap gas.
Ratih mengusap air matanya, dan berbalik menatap Beni, kemudian berkata, "Kenapa kau berhenti berjudi, uangmu sudah habis?"Â
Beni menatap Ratih dan berkata, "Ratih, uangku bisa habis dimana pun. Namun aku memilih, untuk kau habiskan saja semua uangku, di rumah tangga kita nanti."Â
***
Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.Â