Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Malam Ini Ada Cinta

29 Oktober 2022   13:17 Diperbarui: 29 Oktober 2022   13:24 1572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulan merah jambu/ilustrasi cerpen malam ini ada cinta (Foto: By litemon Via Pixabay)

Hingga rokok habis terhisap, Beni mengintip ke dalam. Tatapnya tertuju pada jam besar yang terpasang di dinding gudang. Ia pun bergegas menuju mesin absen. Ia memang selalu terdepan saat absen pulang. 

"Bang Beni!" 

Panggilan dari Ratih terdengar merdu. Karyawati cantik itu berdiri seraya melambai, memasang senyum menunggu Beni di depan parkiran.  

Beni secepat kilat memacu si tua, menghampiri Ratih untuk mengantarnya pulang, berbasa-basi ia berkata, "Ratih sayang, kenapa tak bilang hari ini ganti shift? Kalau tahu, tak Abang tunda-tunda perbaiki blower di gedungmu tadi!" 

Di bawah senja merah jambu, debu jalanan bak kabut di pagi buta. Konvoi ribuan motor karyawan jam pulang kerja, kedai-kedai makan yang penuh sesak, pasar tumpah yang menjalar ke badan jalan, bak karung sampah koyak dikerubungi koloni semut. 

Namun kemesraan dan tawa dari sepasang kekasih, mengaburkan suasana sumpek di kiri-kanan. Ratih memeluk Beni sepanjang jalan. Motor tua meluncur mulus ke depan. Membelah lautan manusia. Mengabaikan dunia, dan larut dalam kisah cinta berdua. 

Di depan kost, sebelum Beni pergi, Ratih bertanya,"Bang, malam ini kita jadi nonton ke kota?" 

"Aman itu, Ratih sayang. Kalau terlambat kita, kusuruh bioskop itu putar lagi filmnya!" Jawab Beni sembari tertawa, dan memacu si tua. 

"Jangan banyak alasan, kuberi kau modal malam ini! Lekas, tengah malam nanti aku harus menjemput istriku!"  

Mendengar Baron memberi modal, Beni lupa daratan. Ia seperti kerbau dicocok hidung, ikut pergi ke lapak judi. Terlebih, ajakan Baron meyakinkan. Ia bilang punya firasat baik malam ini. "Pasti menang!" Rayuannya. 

Namun kekalahan demi kekalahan terus berlanjut. Baron sudah menghilang dari tempat itu. Beni yang masih menyusun kartu, mulai gelisah. Modal dari Baron sudah sirna. Dan kini hanya tersisa cincin emas di kantong celana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun