Trauma bisnis ayam kembali hinggap. Acim mantan anak buahnya yang bikin susah. Di awal usaha, Niko merintis peternakan ayam. Dan Acim ditugaskan menjaga kandang. Bisnis lancar, untung besar. Namun hanya bertahan satu tahun.Â
Keuntungan pertama, dipakai Niko pelesir ke Thailand. Penasaran dengan kehidupan malam di Pattaya, ia sampai menunda waktu pulang. Tak ada Acim dalam ingatan. Ia bahkan tak membawakannya oleh-oleh.Â
Puas hati berganti tragedi. Dua ratus ekor ayam mati di dalam kandang, sisanya dimakan musang. Dua minggu, ayam-ayam tak diberi makan.Â
Niko ingin marah. Namun apa daya, Acim sudah terbaring lemas di rumah sakit. Ia terserang TBC. Niko pula yang harus membayar biaya pengobatan.Â
"Kata orang, usaha pertama memang tak selalu mulus," Niko berusaha menguatkan hati.Â
Bisnis ayam potong, bangkrut. Niko tak sanggup membayar sewa peternakan. Namun dengan uang yang tersisa, ia membuka kios kecil di pinggir jalan. Dan mulai berjualan ayam goreng.Â
Belum genap setahun, usahanya laris manis. Buka jam lima sore, tutup jam sembilan malam. Kata pembeli, ayam goreng buatan Niko rasanya unik. Niko mulai berpikir membuka cabang.Â
Melihat Acim yang termenung menunggu pancing di tepi sungai, Niko merasa iba. Ia meminta Acim menjalankan cabang usaha ayam goreng. Dan bisnis pun semakin cuan. Namun hanya sementara.Â
Keputusan Niko mengikuti saran Acim untuk mengganti pemasok ayam mentah, menjadi petaka. Harapan untung besar. Namun modal malah tak berputar. Mandeg. Pembeli ogah datang.Â
Pemasok ayam mentah digerebeg dinas kesehatan dan polisi. Niko sempat terseret kasus ayam tiren. Beruntung, ia ditetapkan sebagai korban. Namun buntung, karena uang pembayaran tak pernah kembali.Â
"Dari perhitungan saya, shio monyet tak cocok pegang ayam," kata-kata Suhu Rudy di televisi, terngiang-ngiang di telinga.