Utari akhirnya sadar. Ia tengah berhadapan dengan anggota sekte yang tertulis dalam buku catatan kakeknya. "Oh Tuhan, perkumpulan itu benar adanya."
"Lepaskan aku! untuk apa mengikatku seperti ini?" Utari memohon dan meronta-ronta meminta dilepaskan.Â
"Aku melindungimu! Cerberus akan mencabik tubuhmu, jika melihatmu keluar hidup-hidup dari tempat ini!" seru Sang Nenek.Â
"Tidak! bukan Cerberus. Tetapi kaulah pembunuh kakek dan pamanku!" Mata Utari terbelalak, saat sang nenek menyalakan api.Â
Tumpukan tengkorak di bawah patung Baphomet yang menjulang, membuat sekujur tubuhnya tenggelam dalam kengerian. Ia pun menjerit ketakutan.Â
"Tunggulah, aku akan mengayun lonceng untuk memulai upacara pengorbanan."
Rembulan merah darah muncul dari balik awan hitam. Bersinar kian terang, seiring alunan lonceng kematian. Hingga sayup-sayup tangis dan jeritan, menghilang ditelan kesunyian malam.Â
**
Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.
Indra Rahadian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H