Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Balada Totalitas

30 Mei 2021   12:11 Diperbarui: 30 Mei 2021   13:32 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa aku belum terlihat menyedihkan?" tanya Dudu. 

"Wajahmu masih bersih, bajumu tak ada robek sama sekali. Itu berpengaruh," jawab Badri. 

Dudu tiba-tiba menangis dan menitikkan air mata. Ia kembali memegang perutnya. Sebelum bangkit, Iapun berkata, "aku harus pulang, uang sedekah yang sedikit ini cukup memberi makan anak-anak dan kakek tua di rumah."

Melihat Dudu melangkah terhuyung-huyung dan pergi dari hadapan. Badri sungguh tidak tega. Ternyata, ada orang yang lebih pantas dikasihani ketimbang dirinya. 

"Di dunia ini, banyak orang-orang yang menyedihkan. Namun kenapa baru sekarang, aku merasa kasihan."

Di rumah sederhana di pinggiran kota, terparkir mobil sedan hitam milik Badri. Di teras rumah, malam itu ia terus-menerus memikirkan Dudu. Secangkir teh hangat di meja belum ia sentuh sama sekali. 

Sang istri yang memperhatikan suaminya termenung sejak pulang kerja, datang menghampiri. Ia duduk di sebelah Badri yang masih menatap kosong ke arah mobilnya. 

Dalam lamunan, Badri berpikir keras tentang pekerjaan selama ini. Ia merasa, tak ada salahnya menjadi pengemis untuk bertahan hidup. Meski kondisi keuangannya kini telah berkecukupan. Bahkan orang yang memiliki kekayaan mencengangkan, masih boleh menjual kemiskinan di media sosial. 

Namun, dimana letak hati nuraniku. Bila niat mulia dari orang-orang yang bersedekah, kuambil begitu saja. Sementara banyak orang-orang seperti Dudu, yang benar-benar hidup susah. Ia dan orang-orang kurang beruntung itu lebih membutuhkan. 

"Mas, mikirin apa sih?" tanya Sang Istri. 

"Sepertinya aku harus cari pekerjaan lain, Dek," jawab Badri. 

"Ya sudah, warung kelontong kita sudah mulai ramai. Kita urus sama-sama, ya?" pinta Sang Istri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun