Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Cinta: Selamat Malam, Joana

9 April 2021   11:46 Diperbarui: 9 April 2021   12:06 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kisah Cinta | Selamat Malam Joana (Foto: N-Y-C via Pixabay)

TIGA bunyi letusan pistol terdengar di ujung jalan. Dua orang lelaki tegap merangsek masuk ke dalam kerumunan. Memapah seorang lelaki berlumuran darah, dan masuk ke salah satu ruangan di pub tempatku bekerja. 

Satu jam lebih mereka berada di ruangan, dan tak ada seorangpun yang berani masuk ke dalam untuk memastikan yang terjadi. Hingga sebuah SUV warna hitam menjemput tiga lelaki tegap, dan pergi dari tempat ini.

Di sini, terdapat peraturan tak tertulis yang berbunyi, "tak ada yang peduli urusan orang lain, jika belum sampai menjadi urusannya."

Pemandangan seperti itu, bukan pertama kali. Di sini, di tempat ini. Desing peluru laksana detak jantung, denyut kehidupan malam yang tak pernah usai. 

"Hei, cantik. Bawakan aku whiskey dan minta cleaning service membersihkan tempat ini."

Lelaki itu sudah seminggu berada di sini. Entah apa yang dia kerjakan, yang pasti ia bukan orang sembarangan. Pemilik pub, sampai memberikan satu ruangan khusus untuknya. 

Dia terluka, tapi seolah tak merasakan apa-apa. Dan aku menerima tugas, untuk memastikan kebutuhan lelaki itu terpenuhi selama di sini. Sejak malam itu, kami menjadi cukup dekat. Dan aku akhirnya tahu, lelaki itu bernama Jack. 

Suatu ketika, Jack membawaku keluar dari pub. Ia mengajakku pergi ke taman di pusat kota. Melihat suasana malam yang lain, jauh dari hingar bingar musik dan kerumunan.

Aku merasa semakin dekat dengannya. Tak butuh waktu lama, obrolan kami mengalir di tiap malam. Dia selalu ada saat aku bekerja dan selesai bekerja. 

Kadang, kami makan bersama sebelum pagi menjelang. Ya, jam tidurku ditandai terbitnya matahari. 

"Joana, apa itu nama asli?" dia bertanya. 

"Tentu, meski kadang aku di panggil dengan nama 203 atau 115," jawabku. 

Dia hanya tertawa, entah apa yang terdengar lucu. Namun tetap saja, aku merasa nyaman saat menghamburkan obrolan dengan Jack. 

"Apa yang membawamu ke tempat ini, Joan?" Jack kembali bertanya. 

"Aku terpikat pada malam dan tersesat di sini. Tenggelam pada dentuman musik dan nyanyian. Hingga, terbiasa berbagi nafas dan kehangatan bersama ribuan orang yang terjaga saat malam. Menari di bawah lampu-lampu yang lebih terang daripada bintang."

"Mungkin, lebih hangat dari sentuhan cahaya mentari. Ah, aku lupa rasanya, kehidupan di bawah sinar matahari itu seperti apa?" jawabku.

Mendengar jawabanku yang panjang lebar, Jack kembali tertawa. Dia menatap jauh ke dalam mataku dan berkata, "kau, harusnya tidak memilih berada di sini."

Akupun menjawab, "kata orang, hidup itu adalah pilihan. Kita hanya tinggal memilih, hidup seperti apa yang ingin kita jalani. Semudah itu? Ah, teori."

Aku merasa kedekatan kami sudah melewati batas. Bahkan, suatu ketika pemilik pub melarangku melayani tamu. Tugasku kini, menyiapkan room dan pesanan minuman. Setelahnya, aku diminta menemani Jack. 

"Jack, boleh aku memanggilmu dengan nama lain?" ucapku. 

"Misalnya?" tanya Jack. 

"Sayang," jawabku. 

Ia hanya tersenyum, dan meninggalkan ruangan. Namun tak lama, ia kembali dan berkata, "Joan, mulai malam ini kau punya aku."

Sejak saat itu, aku merasa hidup. Malam terasa lebih hangat dan menyenangkan. Perasaan yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Kini, aku merasa memiliki sebuah kisah cinta.

Inikah fase kehidupan yang manis seperti kata orang? Entahlah, aku hanya ingin menikmati apa yang kurasakan saat ini. 

Kami biasa menghabiskan sisa malam di bangku taman. Semacam ritual sebelum tidur, ia akan membuatku lelah bercerita sampai pagi buta. 

"Sayang, sebenarnya apa yang kamu kerjakan di sini?" tanyaku.

"Tugasku sederhana, mencari inang dari pemadat dan penjual senjata api ilegal di wilayah ini," jawab Jack.

"Kejadian tempo hari, saat kamu terluka akibat tugas itukah?" kembali aku bertanya. 

"Joana, darah itu milik orang lain. Aku tak pernah terluka dalam tugas, itu hanya akting," jawabnya. 

Suatu malam, Jack berbisik kepadaku. Ia berkata akan membawaku pergi dari sini. Menjalani kehidupan baru di bawah sinar matahari. Mewarnai hari-hari dengan tawa dan sukacita. Anak-anak, keluarga dan cinta. Aku tak berharap. Namun, aku mulai belajar berdo'a karenanya. 

Sudah satu bulan, Jack tak pernah terlihat lagi. Terakhir kali, ia menyeret seorang tamu dan membawanya pergi dengan kasar. Raut wajahnya terlihat marah.

Tamu itu, biasa menjual obat-obatan terlarang dan senjata api ilegal di wilayah ini. Kami memanggilnya "tauke" dan ia hanya datang sesekali ke pub. 

Kupikir, Jack dan aku sama-sama tersesat. Bukan hanya tersesat, lebih dari itu sudah jauh terjerumus di relung malam. Dan tak ada jalan keluar. Hingga, kami berdua akan terjebak bersama di sini selamanya.

Namun, aku salah. Ia hanya menjalankan tugas, dan mengisi waktu senggang bersamaku. Menepi pada dingin malam, sekedar singgah mencari angin dan pergi tanpa kesan.

Dan malam ini, aku menatap bangku taman tempat kami biasa bercerita. Aku berharap kenangan indah itu tak pernah ada, atau belum pernah terjadi. Berusaha menolak kenyataan dan membuang angan-angan tentang Jack.

"Aku sungguh kehilanganmu, sayang," ucapku lirih.

Joana, aku tidak hilang. Tak inginkah kau menikmati cahaya matahari bersamaku?

**

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

Indra Rahadian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun