Hingga, suasana kantor benar-benar membutuhkan suara jangkrik saking sepi dari pegawai. Hampir seluruh staf dan manajer mengundurkan diri atau diberhentikan. Berganti pegawai baru yang belum paham pada tingkah dan pola kerja Hamid.Â
Gedung apartemen dua tower mulai dipasarkan. Laris manis, tak sampai sebulan sudah sold out. Lokasi kurang strategis, tak masalah. Kebutuhan akan pemukiman kian tinggi. Terlebih, bagi mereka yang bekerja di pusat kota.Â
Enam bulan setelah selesai pelunasan biaya, tak terdengar komplain dari penghuni dan pengelola gedung. Hamid merasa aman, tentram dan bahagia. Dua minggu penuh, ia berlibur ke Jepang. Menikmati keberhasilan merampungkan proyek besar, untuk kesekian kalinya.Â
Jakarta, 10 Maret 2021
Suara reporter berita, berdengung dalam pikiran Hamid. Breaking news tadi pagi, yang ia dengar laksana bunyi sangkakala.Â
"Apartemen dua tower penuh penghuni, ambruk dan terbakar. Hingga berita ini diturunkan, jumlah korban masih belum terkonfirmasi."
Hamid sudah ada di rumah tahanan. Kursi empuk kantor, berganti kursi plastik di dalam sel. Ia menggenggam erat jeruji besi dan menyimpan dendam, pada orang-orang yang meninggalkan dirinya saat dibutuhkan.Â
Bos, pejabat, aparat, kuasa hukum, vendor dan tokoh-tokoh ormas, tak ada satupun yang mengangkat telepon dari Hamid. Ia hanya bisa pasrah menerima nasib.
Malam itu, terdengar bunyi jangkrik dari lubang ventilasi yang menghadap halaman belakang rumah tahanan. Dengan kesal dan penuh amarah, Hamid berteriak.Â
"Jangkrik!!!"
**
Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.
Indra Rahadian