Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Enggang Gading dan Burung Layang-layang

23 Februari 2021   11:30 Diperbarui: 23 Februari 2021   11:56 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kisah Enggang Gading dan Burung Layang-Layang /Dokpri.

"Kapuas, indah menari-nari di garis khatulistiwa. Membelah kota bersinar, Pontianak. Rumah bagi burung-burung Enggang beragam jenis."

SINAR mentari membelai seribu sungai, melewati hutan belantara menuju muara. Kalimantan Barat, tempat Enggang Gading tinggal. Kota dan hutan rimba, hidup berdampingan. 

Jeni Si Burung Layang-Layang menyusuri Sungai Kapuas, guna mencari Enggang Gading. Ia terkesima, melihat Enggang melayang di atas kabut pagi. 

Terbang di atas hamparan hutan hijau nan luas. Rentang sayapnya besar, dengan cula di kepala. Kemudian menukik, dan hinggap di pohon Ara di pinggir sungai. 

"Hey, tunggu. Engkau bukan Enggang Gading, perlambang Kalimantan Barat yang termasyhur. Kau adalah Enggang Badak yang keren."

Enggang Badak, bertengger di atas dahan. Ia mengepak sayap, lalu menatap Jeni dengan seksama. Kemudian bertanya, "apa yang kaucari, hai burung mungil?"

"Aku mencari Enggang Gading," jawab Jeni. 

"Lama sekali, aku tak bersua dengannya. Mungkin, kau bisa menemukannya lebih dalam ke hutan atau di kebun binatang."

Enggang Badak kembali terbang, suara pasangan betina memanggil dari kejauhan. Tinggallah Jeni sendiri di pohon Ara.

"Kemana lagi harus kucari?" gumam Jeni Si Burung Layang-Layang. 

Saat Jeni hendak terbang, seekor Owa baru saja memanjat pohon. Iapun kembali bertanya, keberadaan Enggang Gading yang dicari-cari.  

"Halo, Owa. Apakah kau mengetahui dimana Enggang Gading tinggal?" tanya Jeni.

Owa menjawab, "kau tidak akan menemukannya di dataran rendah. Dia hanya tinggal di pohon-pohon tinggi. Tak pernah mencari makan di permukaan tanah. Pergilah ke Gunung Palung, Betung Kerihun atau Bukit Baka. Di sana, ia masih terlihat."

Setelah mengucapkan terima kasih, Jeni bergegas terbang menyusuri sungai Kapuas, mengambil jalan anak sungai Kali Cimanuk. Jeni melayang di atas aliran sungai, sesekali bermain air. 

Ia melayangkan sayap kecil naik dan turun. Jeni, sangat menyukai keindahan alam di kiri-kanan. "Andai tempat tinggalku seperti ini," ucap Jeni dalam hati. 

Setelah mendekati wilayah Doerian Sebatang, Jeni mulai melihat pohon-pohon besar tinggi menjulang. Pohon rindang di tepi sungai, terlihat seperti menyangga langit. Riang burung dan hewan bersahut-sahutan.

"Hutan rimba, aku datang!" seru Jeni.

Jeni hinggap di salah satu pohon besar, menarik nafas panjang. Lelah rasanya seharian menyusuri sungai. Memutar lehernya ke kiri dan kanan. Hingga, sesuatu menjerat Jeni. Besar, panjang dan berwarna hijau tua. Oh, tidak. Itulah Ular Bajing dan Jeni dalam bahaya. 

"Aha! mangsaku sudah tiba!"

Jeni tak dapat bergerak, ekor ular menjerat kuat. Iapun berteriak minta tolong, berharap ada makhluk hutan menyelamatkan nyawanya. 

"Pluk" sebuah biji jatuh ke dahan. Dan tak lama, pluk..pluk..pluk, biji-biji berhamburan mengenai kepala Ular. 

Kemudian, suara berisik terdengar nyaring. Terlihat siluet burung besar merentangkan sayap, membuat sang ular ketakutan. Iapun melepas jeratan pada Jeni, dan bergegas turun menghilang. 

Enggang Gading, bertengger di atas pohon besar. Gagah perkasa dan berwibawa. Terdapat gading pada kepala. Paruh tajam berwarna kuning. Ekor menjuntai berwarna putih bergaris hitam. Dialah perlambang Kalimantan Barat yang termasyhur. 

"Terima kasih, wahai Enggang perkasa. Kaukah Enggang Gading yang aku cari?" ucap Jeni. 

Enggang Gading menjawab, "apa gerangan engkau mencariku?"

"Konon, engkau bisa menciptakan hutan. Tempat tinggal kami butuh bantuan," jawab Jeni. 

Enggang Gading berkata, "jika aku pergi, tentu tak ada yang menumbuhkan kembali pohon-pohon di hutan ini. Kebakaran, kerusakan, penebangan hutan oleh anak-anak manusia, belum hilang dari sini. Dan akupun terancam bahaya, lalu bagaimana bisa menolongmu di sana."

Jeni bersedih, Enggang Gading tidak bersedia ikut dengannya. Pupus harapan menumbuhkan hutan di tempat tinggal.

Melihat hal itu, Enggang Gading memberikan sesuatu kepada Jeni. Buah pohon Ara, berharap Jeni dapat terhibur. Kemudian, ia kembali terbang menuju pohon besar yang lebih tinggi.

Jeni mengambil buah pohon Ara. Dengan kaki mungil mencengkeram kuat-kuat, ia membawa pulang untuk ditebarkan bijinya. Berharap suatu saat, pohon Ara yang tinggi menjulang dapat tumbuh di sana.

**

Enggang Gading (Rhinoplax Vigil) disebut juga Rangkong Gading, merupakan spesies dilindungi dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Berbeda dengan Enggang Badak (Buceros Rhinoceros). Namun, sama-sama menghadapi ancaman kepunahan. 

Hilangnya habitat Enggang Gading akibat kerusakan hutan di Kalimantan serta perburuan oleh kolektor, mengancam populasi hewan terancam punah tersebut. Tahun 2015, IUCN memberi status Rangkong Gading Critically Endangered, satu tahap lagi menuju kepunahan.

  •  Sumber: wwf.id
  •  Sumber: rangkong.org

Indra Rahadian/23/02/2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun