Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kado Cantik Natalia

24 Desember 2020   20:11 Diperbarui: 24 Desember 2020   20:27 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkah Eddy semakin cepat. Ia berlari di pelataran bandara Hang Nadiem, siang itu. 

Ia melirik pada papan petunjuk waktu, saat hendak chek in di ruang keberangkatan. Mengubah kecepatannya berlari, dari lari santai menjadi lari sprint. 

Hingga, petugas keamanan di pintu masuk, memberitahukan pada Eddy, "maaf, pesawat yang tertera pada tiket. Sudah take off satu jam lalu."

Kesal, sesal dan pasrah. Tiket yang sudah dipesan jauh hari, kini hangus akibat kesalahannya sendiri. Bangun terlambat.

"Mama, gua' bo' tui chu -- mama, anakmu tak bisa pulang ke rumah," ucap Eddy pada Ibunda, di ujung handphone.

"Tiket hangus loh," lanjutnya.

"Tan sin' ni kha', tui chu -- nanti tahun baru, baru bisa pulang ke rumah," ucapnya lemas, saat sambungan telepon tiba-tiba terputus.

Dalam hatinya berharap, semoga mama tidak mencoret namanya dari kartu keluarga. Atau marah dan kecewa, karena lagi-lagi absen pada acara keluarga besarnya di Jakarta.

Eddy tidak merayakan Natal. Namun keluarga besarnya selalu berkumpul di rumah sepupunya di Kamal Muara, salah satu saudara yang merayakan dan rutin mengadakan perjamuan makan malam setelah Misa.

Sudah dua tahun, ia absen dan mangkir dari acara keluarga. Mungkin hanya Imlek yang benar-benar ia targetkan hadir. Maklum, dari dua puluh sepupu dalam keluarga besarnya. Hanya tersisa dia dan dua keponakan yang masih berhak menerima angpao.

Eddy memutuskan untuk sejenak melepas gundah di sebuah caffe, langganan nongkrong di malam minggunya yang sepi. Ia memesan secangkir espreso pahit, sepahit kenyataan yang baru saja dialaminya.

Ia menggulirkan layar gadget ke atas dan ke bawah. Berharap menemukan teman curhat di media sosial yang ramai. Malam Natal, tak lucu jika harus Mabar. Setelah berkali-kali turun level dan mendapatkan predikat Noob.

Tiba-tiba ia berkata, "nah, ada nona manise."

Seorang teman di media sosial merespon status yang baru saja dibuat. Nona cantik dari Maumere, yang dikenalnya setahun lalu. Namun tak pernah sekalipun ia temui.

Nona Natalia da Lima, adalah satu-satunya teman media sosial yang paling update merespon status Eddy. Mungkin, karena mereka sama-sama anak rantau di Pekanbaru. 

Messenger Chat

Eddy : sudah makan belum?
Natalia : sudah
Eddy : lagi ngapain?
Natalia : siapin dekorasi Natal
Eddy : wah, seru dong

Melihat cara pendekatan Eddy yang sudah kuno, wajarlah Natalia tidak membalas pesannya. Bertanya, "sudah makan belum" sejak jaman Fir'aun, sudah diucapkan lebih dari satu juta tahun yang lalu.

Saat Eddy hendak beranjak dari tempat duduk, bunyi notifikasi messenger chat kembali terdengar.

Messenger Chat

Natalia : Koko, bisa bantu?
Eddy : bantu apa?
Natalia : ikutan operet Natal
Eddy : siap
Natalia : jam 7 di Panam, depan seafood Lamongan.
Eddy : siap

Eddy sampai tersenyum membacanya, meskipun dalam hati masih penasaran. Seperti apa nona manise yang dia kenal di media sosial, apakah sama persis seperti foto profil yang dipasang. Entahlah, yang pasti malam ini semuanya akan terjawab.

Pengalaman Eddy, tampil dalam operet Natal, menjadi bekal kepercayaan diri. Terakhir kali, saat di sekolah Tarsisius dahulu. Ia memerankan salah satu rusa penarik kereta Santa Claus, dan itu sudah sangat lama sekali. 

Dalam benaknya, mungkin kali ini ia akan diberikan peran sebagai Santa. Mengingat perawakan tinggi besar dan perut yang sedikit buncit. Tak sabar rasanya Eddy menanti datangnya malam.

Eddy mengeluarkan motornya, dari dalam kamar kost yang terletak di daerah pasar bawah, jalan Djuanda. Rambut sudah disisir rapi dan parfum malaikat subuhpun sudah disemprotkan. "Maksimal" itulah ucapannya, saat bercermin pada kaca spion.

"Hoy, Koko. Mabar kito?" Tanya Jamal dari depan pagar.

"Pere dulu, ada janji nih. Ciwi cantik," jawabnya.

Dengan wajah kecewa, Jamal berkata, "ooooh, tumben. Lanjutlah, Koko."

Cukup keki, Eddy mendengar kata tumben. Namun, jalan Panam sudah menanti. Tak sampai lama, tibalah ia di sana.

Eddy dikejutkan dengan kehadiran Natalia, rupanya tak jauh beda dengan foto profil media sosial. Ia mengulurkan tangan, seraya tersenyum.

"Sudah lama nunggu?" Tanya Eddy.

"Oh tidak Kaka, eh Koko," jawab Natalia.

"Setengah jam sudah aku lihat Koko, tapi takut salah orang. Koko tiba cepat sekali, baru jam setengah 7 ini." Lanjutnya.

Mereka berdua masuk ke dalam gang sempit di antara ruko-ruko yang berderet di sana. Mengobrol asyik sepanjang jalan. Dan tibalah mereka di sebuah bangunan kecil di ujung gang. Bertuliskan, Panti Asuhan Bunda Maria.

"Ayo, lekas. Acara sebentar lagi di mulai," ucap Suster Monika menyambut mereka berdua.

Tampak ruangan dengan dekorasi Natal, lengkap dengan pohon Natal dan kado-kado. Anak-anak panti sudah duduk manis melingkar di bawah panggung kecil, tempat operet akan ditampilkan.

"Mana kostum Santa Clausnya?" Tanya Eddy pada Natalia.

"Santa?" Ucap Natalia heran.

"Sini, Koko. Nah ini kostumnya dan ini makeupnya," ucap Natalia, seraya memberikan sebuah kardus berisi kostum.

Meleset dugaan. Eddy yang berpikir akan berperan sebagai Santa, malah harus memerankan Piet Hitam di malam itu. Namun demi pendekatan yang sukses, tak apalah berkorban. Pikirnya.

Penampilan operet malam itu berlangsung sukses, gelak tawa anak-anak panti memenuhi ruangan sepanjang penampilan Eddy. Satu dua dialog yang dihafalkan Eddy, meski terdengar kaku. Namun malah membuat anak-anak lebih keras tertawa.

"Koko, terima kasih," ucap Natalia lembut.

"Ah, biasa aja sih," jawab Eddy tersipu malu. 

Malam itu, Eddy mendapatkan pengalaman berharga. Menikmati senyum dan tawa anak-anak panti, plus perhatian dari Natalia. Kenangan yang indah, setelah peristiwa pahit di bandara tadi siang.

"Koko, ini malam Natal. Tak pulangkah ke Jakarta?" Tanya Natalia.

Eddy menepuk kening, seraya menghela nafas. Dia tersenyum pada Natalia dan berkata, "lapar nih, makan bareng yuk."

Dalam hatinya berkata, bahwa kado tercantik malam itu adalah kebersamaan dan tawa riang anak-anak panti yang diberikan Natalia. 

****

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

Indra Rahadian 12/24/20

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun