Media yang menampilkan karikatur tokoh negara secara sembrono, seolah-olah media tersebut akan langsung dibredel oleh "penguasa" dan lupa, bahwa bangsa ini sudah menumbangkan rezim orde baru.
Belakangan, memuat pemberitaan berdasarkan investigasi ala Sherlock Holmes tentang kasus "koboi jalanan." Disinyalir menyudutkan pihak kepolisian. Padahal lembaga selevel Komnas HAM, belum menyampaikan keterangan pers resmi. Terkait hasil investigasi mereka.Â
Kemudian, mengaitkan calon walikota solo, Gibran Rakabuming, pada dugaan bancakan korupsi dana bansos, dengan investigasi serupa. Menambah dahaga penikmat teori konspirasi, yang mendekatkan analisis dan opini mereka pada jeratan UU ITE.
Gelas ketiga? Lae mulai geleng kepala, iapun menyeduh kembali kopi dan menyajikan dengan wajah masam. Obrolan politik memang membuat gusar. Pikirnya.
Kopi gelas ketiga dari editorial ini berkisah, tentang tragedi.
Tragedi terbesar bangsa ini, sebetulnya pandemi. Namun kalah sadis dengan korupsi yang dilakukan oleh dua orang pembantu presiden, yang diciduk KPK menjelang hari Anti Korupsi Internasional. Prestasi baik penutup tahun.
Adalah Eddy Prabowo, dalam kasus isu korupsi "benur lobster" yang membuat siapapun yang mendengar, mengerutkan dahi dibuatnya. Bisa disebut, sebagai menteri hasil rekonsiliasi politik yang gagal total.
Dan yang paling sadis, Juliari Batubara yang terlibat isu korupsi tas bansos. Sungguh meremukkan hati partai pengusungnya. Sebuah bahan meme yang seksi untuk digunakan kelompok anti pemerintah.
Pemerintah--dalam hal ini Bapak presiden Jokowi, dituntut untuk segera melakukan reshuffle terbatas. Meskipun banyak yang menduga, lagi lagi. Bahwasanya reshuffle ini benar-benar terbatas pada negosiasi pemerintah, dengan tokoh-tokoh partai politik. Kita nantikan saja.
Toh, hal tersebut adalah hak prerogatif presiden. Urgensi atas pengalihan tugas pucuk pimpinan di kedua kementerian terkait tidak terlalu mendesak dan saat ini dijalankan oleh pejabat sementara. Namun masyarakat wajib menilai, kinerja kedua menteri yang ditunjuk tersebut.
Lalu, bagaimana dengan peristiwa tembak menembak antara pihak kepolisian dan simpatisan FPI. Bukankah hal itu merupakan tragedi kemanusiaan?Â