Kuala Tungkal, saat kesultanan Islam masih berdiri di tanah Andalas nan hijau permai.
Aliran sungai Batanghari yang bercabang naik ke arah Muaro Jambi, membelah hutan belantara ke pesisir laut, mengalir deras hingga menyentuh pulau Singkep.
Kapal layar Hang Ramo, berlayar dari dalam melewati simpang dan mengambil laluan Utara ke arah Temasek -- Singapura.
Berbekal pinang terbaik, kain tenun dan hasil alam dalam kapalnya, niat baik berniaga ke Selat Malaka harus ditempuh berhari-hari lamanya.
Saat lancang di angkat naik dan haluan siaga memecah samudera, tak ada siapapun yang dapat menahan laju kapal Hang Ramo.
Jangankan lanun--bajak laut, hantu laut pun segan merompak Hang Ramo, nakhoda handal, saudagar sekaligus pendekar pilih tanding dari bumi Swarna Dwipa.
Selain terkenal akan budi pekerti, santun bahasa dan adat yang luhur, Hang Ramo pun dikenal sebagai panutan yang bijak lagi dermawan.
Berlayar malam, kapal niaga berlayar malam
Haluan biru, haluan biru lepas samudera jua
Pantang padam, niat baik pantang lah padam
Tak jua ragu, karena langkahku terlindung do'a
Kapal melaju 4 hari lamanya. Saat akan mencapai perairan pulau Bulan di bawah Batam, Hang Ramo tiba-tiba meminta awak kapal menurunkan layar. Kapal pun melambat sejenak di lautan lepas.
"Ada apa gerangan tuan, tak ingin kah lebih cepat tiba di Temasek?" Tanya awak kapal pada Hang Ramo.