"Kyai, apakah Pek Ayung baik-baik saja? Beliau bertingkah aneh tadi, mengatakan seumur-umur. Padahal baru dua minggu, beliau tiba di desa ini," Tanya Pastor Bobby.
Kyai Masturo pun menjawab, "entah, beliau sudah dua minggu menjaga tempat ini dan tidak terjadi apa-apa, Pastor."
"Semoga begitu Kyai, karena sudah tak terdengar lagi ada korban. Setelah jasad serdadu belanda yang diculik dan dibunuh pejuang kita dahulu, ditemukan tahun lalu," ucap Pastor Bobby.
"Apakah Pastor sudah memberitahukan pada Pek Ayung, perilah musibah yang dialami oleh penjaga paviliun terakhir?" Tanya Kyai Masturo.
"Semalam, saya mau memberitahu beliau. Namun belum sempat, karena adanya maling yang masuk ke dalam paviliun." Tutup Pastor Bobby.
Saat keduanya tengah asyik bercengkrama, dari salah satu ruangan paviliun seroja yang terlihat gelap dan berdebu. Bunyi decit kursi goyang berbahan rotan, sayup-sayup terdengar.
Seseorang menyerupai Pek Ayung tengah terduduk di atas kursi goyang tersebut. Ia menatap dingin pada daun jendela kusam yang masih tertutup rapat.
Terlihat jelas ceceran darah yang masih segar, pada leher sosok tersebut. Dengan luka sayatan yang masih menganga.
**
Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.
(Indra Rahadian 12/17/20)