Terlihat cocok antara Morgana si orator pembakar semangat massa, dengan Morgan yang bertindak sebagai organisator ulung yang merekatkan massa dengan doktrin renyah ala ala MLM.
Sampai suatu ketika, di balik bangku taman di kawasan taman Suropati. Morgan yang tengah menderita karena efek ledakan gas air mata, dibantu oleh Morgana dengan telaten dan tenang.
"Anak laki, jangan nangis," ucap Morgana.
"Ini gas air mata, emangnya kamu nangis-nangis tak jelas," jawab Morgan.
Morgana menyandarkan punggungnya pada bangku taman dan berkata, "kapan? So toy!"Â
"Waktu aku telat kasih kabar, kamu katanya nangis-nangis," jawab Morgan, seraya bangkit berlari setelah mengoleskan odol pada kedua pipi Morgana.
Aksi demontrasi, berubah menjadi aksi kejar-kejaran sepasang kekasih, yang baru saja mengesahkan hubungan asmara mereka.Â
Berbanding terbalik dengan patah hati ribuan nelayan kecil dan pekerja angkutan umum karena di cabut subsidi BBM oleh pemerintah kala itu.
Setahun berlalu, Morgan dan Morgana sangat serius pada hubungan asmara mereka. Namun takdir berkata lain.
Morgan di tolak halus oleh kedua orang tua Morgana, tabiat genitnya belum sepenuhnya hilang kala itu. Hingga calon mertua sering melihat Morgan jalan berdua dengan wanita lain.
Sementara Morgana, lebih memilih menggapai cita-cita dengan menyelesaikan pendidikan di luar negeri. Ia begitu fokus pada pendidikannya dan yakin, bahwasanya jodoh tak akan lari kemana.Â