Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Dongeng: Fred dan Bintang-bintang di Kantong Celana

5 Desember 2020   12:50 Diperbarui: 8 Desember 2020   21:01 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Pixabay

Fred menatap haru pada sebuah bintang, bintang paling terang di antara gugusan bintang-bintang di langit malam itu.

MIMPI adalah bunga tidur bagi sebagian orang, namun bagi Fred itu adalah sebuah capaian yang harus diraih.

Setiap malam sewaktu kecil, Fred bermimpi tengah berada di antara bintang-bintang yang selalu memandu ia dan ayahanda pulang dari melaut.

Ia tak pernah tertidur, sebelum membaca do'a untuk kembali memperoleh mimpi yang sama setiap malamnya.

Fred ingin berlayar di antara bintang-bintang cemerlang, yang menemaninya sepanjang malam di lautan. Fred kecil pernah berkata, "ibu, suatu hari nanti aku akan berada di sana." 

"Di mana anakku?" Tanya ibunda.

Fred kecil pun mengarahkan telunjuknya ke atas langit, seraya menatap hamparan bintang di langit Pulau Timor.

Ibunda yang tengah menganyam keranjang ikan dari daun lontar pun hanya tersenyum, beliau membuat anyaman kecil berbentuk bintang dan memasukannya di kantong celana Fred kecil.

"Ibu sudah simpan bintang itu di kantongmu, anakku," ucap beliau dengan lembut.

"Hore, hore," seru Fred kecil sambil berlari-lari dengan riang gembira.

17 tahun berlalu, ayahanda sudah mulai jarang melaut dan ibunda kini tak sendiri lagi mengayam daun lontar.

Saat ini, ibunda hanya memeriksa hasil anyaman daun lontar dari mama mama yang bekerja paruh waktu, untuk mendapatkan uang tambahan dengan mengayam lontar.

Sementara itu, ayahanda terlihat sedang mengecat perahu tua yang sudah mulai keropos di pinggir pantai.

"Ayah, tak melautkah hari ini?" Tanya Fred pada ayahanda.

"Ah tidak, masih cukup persediaan dan mungkin besok saja ayah melaut," jawab ayahanda.

"Bukankah hasil laut kita semakin melimpah saat ini?" Ucap Fred.

"Sejak nelayan asing diusir dari lautan kita, tangkapan ikan sangat melimpah," jawab ayahanda.

"Namun, siapa yang mau tampung ikan-ikan segar dipulau ini?" Lanjutnya.

Ayahanda memasukan kaleng-kaleng cat keatas perahu, beliau membereskan alat-alat kerjanya, seraya menutup jala dan kait dengan terpal.

"Masuklah kerumah, angin laut tak bagus untukmu," pinta ayahanda.

"Apa lagi ini, aku anak nelayan apakah ayah lupa," jawab Fred

"Tapi kau sudah lama di kota, di luar negeri juga," ucap ayahanda, seraya menuntunnya menuju rumah.

Setelah menyantap jagung katemak buatan ibunda, Fred merasa rindu dengan kawan-kawan lama, iapun meminta ijin untuk berjalan berkeliling desa.

"Mamak Jae, dimana Hariman sekarang berada?" Tanya Fred pada seorang ibu tua tak jauh dari rumahnya.

"Hariman sudah bekerja di Jakarta, sama seperti anak-anak muda lainnya disini," jawabnya.

"Eh kau kan Fred, baru pulang kau, Nak?" tanya beliau.

"Ia Mamak Jae, besok aku pamit lagi bekerja," jawab Fred.

Fred melangkah melewati ladang dan berhenti di sebuah pohon besar, tempat anak-anak bermain petak umpet, kelereng dan layang-layang.

Sewaktu kecil, jika tak ikut ayah melaut, maka ia akan bermain dengan teman-temannya dibawah pohon besar hingga menjelang malam.

Tak jarang ibunda mencari Fred kecil, dan akan menjewer kupingnya dari tempat itu sampai rumah, saat asyik bermain dan lupa pulang sebelum maghrib.

Handphone berbunyi, dan Fred segera menekan tombol yes pada layar sentuh.

"Ya, hallo," jawab Fred.

"Kaka, selamat ya!!" Ucap seseorang di ujung telepon.

"Kenapa rupanya, Barkah?" Tanya Fred.

"Kaka terpilih menjadi perwakilan dari LAPAN untuk project bersama NASA!" Jawab Barkah.

"Benarkah!???" Tanya Fred, seakan tak percaya.

"Segera melapor, hei astronot!!!" Seru Barkah.

"Seminggu lagi Kaka harus berangkat ke Houston!" Tutupnya.

Tubuh Fred serasa lemas, ia masih tak percaya akan segera menggapai mimpi dalam waktu dekat.

Bibirnya tak berhenti berdo'a, matanya memandang ke atas langit malam itu dan dalam hatinya berharap yang terbaik segera tiba.

Ia merogoh kantong celananya dan menggenggam erat bintang daun lontar yang disimpannya dari kecil, merawat mimpi-mimpi hingga terwujud saat dewasa.

****

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

(Indra Rahadian, 12/05/20)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun