Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Baba si Lumba-lumba dan Nelayan Tua

17 Oktober 2020   22:25 Diperbarui: 17 Oktober 2020   22:31 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hamparan samudera biru sejauh mata memandang, desir angin membelai nyiur di pantai berpasir putih, dinaungi mentari yang bersinar cerah dihari yang indah.

Suka cita mengiringi kayuh sampan nelayan tua yang pergi melaut untuk mencari ikan, berbekal jala sederhana, sang nelayan tua mengayuh sampan dengan riang gembira.

Terdengar suara siul bersahut-sahutan ditengah laut, sang nelayan tua memandang jauh kearah lautan mencari asal suara, kedua tangannya pun urung melempar jala, kemudian berkata. "Sepertinya ada kawanan lumba-lumba yang akan melintas, biar ku tunggu mereka lewat". 

Sekawanan lumba-lumba berkejaran dengan jenaka, sesekali melompat keluar air diantara debur ombak samudera, bersiul bersahut-sahutan dengan ceria.

"Ibu sedang apa manusia itu ditengah laut?". Baba si lumba-lumba bertanya pada ibunya.

Sang ibu lumba-lumba menjawab dengan lembut. "Itu adalah nelayan anakku, dia akan melempar jala untuk menangkap ikan".

Seusai melompat-lompat dengan riang, baba kembali bertanya. "Apakah dia akan menangkap kita?'.

"Oh tidak anakku, karena kita lumba-lumba bukanlah ikan". Jawab sang ibu lumba-lumba.

"Bolehkah aku bermain dengannya?". Ucap baba si lumba-lumba seraya memperlambat kecepatan renangnya.

"Boleh, tapi jangan mengganggu nelayan tua bekerja ya, tunggulah sampai ikan banyak didapat". Sang ibu pun berlalu bersama kawanan lumba-lumba, jauh meninggalkan baba sendiri.

"Hore.. hore". Ungkap baba si lumba-lumba, senang sekali diijinkan bermain bersama manusia.

Baba si lumba-lumba berenang bebas menyelam ke dasar samudera, lalu timbul dan tenggelam berganti, sesekali mengagetkan gerombolan ikan cakalang.

Seakan-akan usil mengacaukan formasi mereka, padahal baba si lumba-lumba sedang berusaha mendekatkan gerombolan ikan cakalang tersebut pada jala nelayan tua.

Baba si lumba-lumba, memperhatikan dari jauh sampan nelayan tua yang masih tenang berayun ditengah lautan, terlihat jala sudah ditarik, segerombol ikan cakalang pun tersangkut dan dinaikan nelayan tua kedalam sampan dengan gembira.

*****

Saat hendak berenang mendekati sampan nelayan tua, baba si lumba-lumba bertemu penyu belimbing yang berenang miring dan terlihat lesu.

"Hai penyu kenapa kau berenang dengan gelisah". Tanya baba kepada penyu.

Seperti menahan sakit, penyu pun menjawab, "perutku sakit".

'Ikan apa yang kau makan!?". Baba si lumba-lumba semakin penasaran.

"Ubur ubur warna warni dari muara yang banyak manusia". Jawab penyu dengan lemas.

"Itu bukan ubur ubur hai penyu! ibuku berkata itu benda buatan manusia, plastik namanya, sangat berbahaya!". Ucap baba si lumba-lumba yang langsung teringat nasehat ibunya.

"Jika begitu aku harus pergi, mungkin didasar laut aku bisa memuntahkannya". Ucap penyu sambil menyelam jauh kedasar laut.

Kegembiraan tengah menyelimuti suasana hati nelayan tua, tak henti-hentinya mengucap syukur atas hasil yang didapatkan hari ini.

"Terimakasih Tuhan atas rejeki yang kau berikan dari dalam lautan, tangkapan ikan sangat melimpah hari ini". Ungkap nelayan tua.

Saat merapihkan jala, nelayan tua menyadari kehadiran baba si lumba-lumba yang memperhatikannya dari tadi.

"Hei lumba-lumba kecil apa yang kau lakukan disitu, kenapa terpisah dari kawanan?". Tanya nelayan tua.

Baba si lumba-lumba hanya bersiul seraya mengangguk-angguk pada nelayan tua.

Nelayan tua pun melemparkan ikan yang paling besar untuk disantap oleh baba si lumba-lumba. "Makanlah ikan ini, masih segar lagi besar". Ucapnya.

Dalam hati baba si lumba-lumba berkata, "nelayan tua kau sungguh baik hati".

"Segeralah kembali pada kawanan hai lumba-lumba kecil, manusia yang rakus akan menangkap dan memakanmu laksana ikan". Ucap nelayan tua memperingatkan.

Melihat kapal trawler penangkap ikan yang berukuran sangat besar mulai mendekat dengan kecepatan yang tinggi, nelayan tua pun bersiap untuk kembali mengayuh sampannya.

Ilustrasi pribadi
Ilustrasi pribadi

Kapal trawler yang sungguh besar, pukat raksasa yang dibawa pada buritan kapal tersebut, seakan dapat menjaring satu pulau dalam sekali tarikan. 

Bau amis yang amat sangat tercium dari dalam kapal, permukaan luar kapal yang menghitam dan terkesan kusam menambah takut hati nelayan tua yang melihat.

Gelombang laut yang dihasilkan kapal trawler besar itu, menghempaskan sampan nelayan tua hingga terombang-ambing tak karuan, sampai-sampai nelayan tua harus berpegang erat didalam sampan.

"Hampir saja sampanku terbalik, sungguh beruntung aku hari ini". Kembali nelayan tua bersyukur.

Belum reda betul gelombang yang menghantam, nelayan tua mencoba bangkit untuk melihat sejauh mana kapal tersebut pergi. 

Namun betapa terkejutnya nelayan tua, mendapati ceceran minyak yang pekat dan berwarna hitam mengambang dilautan dan menempel pada sampannya.

"Sepertinya besok aku harus membersihkan minyak pekat ini dari sampanku, sungguh kotor dan hitam". Keluh nelayan tua.

Saat melangkah bangkit, tiba-tiba nelayan tua terpelanting membentur ujung sampan, jatuh tak sadarkan diri tergeletak dilantai sampan, akibat air laut bercampur dengan minyak hitam yang tercecer dari kapal trawler besar, tanpa sadar merembes masuk dan menggenang diatas lantai sampan nelayan tua.

Baba si lumba-lumba yang baru saja muncul dari dalam air, melihat nelayan tua tidak berada diatas sampan, dia pun segera mencari dengan menyelam kembali kebawah laut namun tak menemukannya.

Hingga baba si lumba-lumba mendekat kearah sampan dan melihat kedalam, akhirnya baba si lumba-lumba berhasil menemukan nelayan tua tengah tak sadarkan diri tergeletak dilantai sampan.

"Bertahanlah nelayan tua, aku akan membawamu ke bibir pantai". Tekad baba si lumba-lumba yang tengah berusaha mendorong sampan tersebut, hingga mencapai pantai terdekat.

Tiba dibibir pantai, nelayan tua akhirnya siuman dan berkata. "Ya Tuhan aku bersyukur, aku masih hidup".

Saat itu juga nelayan tua melihat baba si lumba-lumba sudah berenang menjauh dari bibir pantai.

"Ungkapan terimakasih masih terasa kurang untuk jasamu, hai lumba-lumba". Ucap nelayan tua dengan mata yang berkaca-kaca.

"Jika tak ada kau, mungkin hari ini keluargaku akan bersedih dan kelaparan". Lanjutnya.

Dari kejauhan, samar terdengar siulan baba si lumba-lumba bersama suara deru ombak.

Dalam hati baba si lumba-lumba berkata "Kau layak mendapatkan kebaikan ini, hai nelayan tua". 

******

Nelayan tua menambatkan sampan pada dermaga, disore itu langit mulai memerah menyambut mentari pulang ke peraduan.

Anak dan istri nelayan tua menyambut dengan suka cita sang ayah yang membawa hasil tangkapan melimpah, tentunya dengan selamat hingga kembali pulang.

Mentari tenggelam ke dasar samudera perlahan-lahan, semilir angin dan suara burung camar menemani baba si lumba-lumba yang masih berenang kesana kemari, mencari ibu dan saudara-saudaranya.

"Ibu.. ibu...". Siulan baba si lumba-lumba tak ada yang membalas.

"Kemana ibu dan saudara-saudaraku? Jauh sudah aku mencari tak ada tanda-tanda dari mereka". Keluh baba si lumba-lumba yang bertambah khawatir.

Nun jauh dari tempat baba mencari, terlihat kapal trawler besar yang kusam, tengah mengangkut ribuan ton ikan-ikan, penyu dan lumba-lumba yang terperangkap didalam pukat berukuran amat besar, perlahan-lahan diangkat naik keatas geladak kapal tersebut.

**

-----

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, semua jenis lumba-lumba air laut dilindungi. (Sumber kkp.go.id)

Namun penangkapan ikan skala besar belum memperhatikan bagaimana menghindari penangkapan lumba-lumba secara tidak sengaja, ditambah kerusakan ekologi laut dan pencemaran lingkungan berupa minyak, limbah industri dan sampah plastik yang mendekatkan berbagai spesies lumba-lumba dan satwa laut lainnya pada kepunahan.

#hari hak asasi hewan Indonesia
#bulan bahasa dan sastra

*Referensi dongeng anak sebelum tidur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun