Pada akhir tahun 2020 nanti rencananya UNESCO akan mengadakan sidang untuk memasukan pantun melayu sebagai warisan budaya tak benda dunia.
Dari berbagai sumber, Gubernur Riau  Drs. Syamsuar M.Si., pada tanggal 09 Agustus 2020 lalu, menyatakan bahwa pantun Melayu telah didukung oleh Malaysia dan Indonesia untuk masuk kedalam warisan budaya tak benda dunia versi UNESCO.
Hal ini sudah digulirkan oleh pemerintah daerah Riau dan pemerintah Indonesia melalui duta besar Indonesia untuk UNESCO, sejak tahun 2016. Wacana untuk mendaftarkan pantun sebagai warisan budaya tak benda dunia, akan dilaksanakan pada tahun 2018, itu pun dengan syarat harus didukung oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia.
Terlepas pantun melayu akan menjadi warisan budaya tak benda dunia yang dimiliki bersama oleh Indonesia dan Malaysia, masyarakat patut berbangga dan mendukung dengan cara melestarikan budaya pantun itu sendiri.
Jika pantun melayu sampai diakui sebagai warisan budaya tak benda dunia, apakah kemudian pantun se-nusantara dapat didaftarkan juga?
Di Indonesia, pantun merupakan bentuk kebudayaan yang terdapat dihampir seluruh wilayah, dari Sabang sampai Merauke. Disebut dengan berbagai nama dan dilantunkan dengan beragam bahasa, serta mengandung makna yang dalam, berisi nilai-nilai luhur kebudayaan. Sebut saja pantun Minang, pantun Betawi, parikan Jawa, paparikan Sunda, umpasa Batak, kinoho Tolaki dan lain sebagainya.
Cukup aneh jika ada masyarakat Indonesia yang tidak mengenal pantun karena pantun biasa dijumpai dalam keseharian, baik sebagai hiburan yang ditampilkan, maupun dalam mata pelajaran bahasa yang diajarkan di sekolah.
Namun tak ada salahnya menjelaskan sedikit mengenai apa itu pantun, mengingat aspek edukasi dalam artikel ini perlu disampaikan.
Pantun biasanya dibuat dalam empat baris berpola a-b-a-b atau a-a-a-a tidak boleh b-b-a-a atau sebaliknya, dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya disebut isi.
Saat ini ada bentuk pantun pendek disebut karmina yang terdiri dari dua baris dan pantun panjang disebut talibun yang terdiri dari 6 baris.
Sampiran biasanya dapat mengambil tema alam, benda, budaya, tempat atau lainnya, sedangkan isi adalah inti pesan yang ingin disampaikan oleh pantun tersebut.
Ada beragam jenis pantun, sesuai dengan tujuan dibuatnya, yakni pantun nasehat, pantun pribahasa, pantun jenaka, pantun adat, pantun teka teki, pantun percintaan dan lain sebagainya.Â
Karena pantun merupakan puisi lama, masih memikat ditelinga orang yang mendengar dan mempesona dimata orang yang membaca, rima dalam pantun menjadi daya tarik tersendiri.
Jika penyair terkenal seperti WS Rendra membuat pantun koruptor dan Taufik Ismail membuat pantun zaman batu, maka Chairil Anwar dan Sutan takdir Alisjahbana, pun pernah menyisipkan pantun diantara karyanya.
Dapat dilihat kutipan puisi sebagai berikut,
Diatas tebing duduk seorang kelana
Memandang arah ketengah lautan
Dalam hatinya, gundah gulana
Teringat kampung dengan halaman
(Kutipan puisi, Bergundah Hati - Sutan Takdir Alisjahbana)
Atau,
Kami rasa bahagia kan tiba
Kelasi mendapat dekapan di pelabuhan
Dan di negeri kelabu yang berhiba
Penduduknya bersinar lagi, dapat tujuan.
(Kutipan puisi, Buat Album D.S - Chairil Anwar)
Penulis mendapatkan inspirasi untuk membuat pantun dari Kompasianer senior bapak Rustian Al Ansori, dengan karya beliau berjudul "Pantun Orang Bangka" dapat dilihat => disini.
Pantun dari penulis dapat dinikmati pada judul "Berlayar Pantun Bertalu Rindu" dan "Pantun Rindu Bahaya" (silahkan klik pada judul).
Dengan berpantun, intelektualitas kita dipacu untuk menemukan makna dan nilai yang terkandung di dalamnya.
Meskipun pantun dekat dengan keseharian masyarakat, seperti pantun sederhana buah-buahan dan pantun disini gunung disana gunung, namun dalam aktivitas sehari-hari jarang sekali kita berpantun.
Padahal pantun merupakan produk budaya yang harus dilestarikan, menggali betapa bernilai dan luhurnya bahasa Indonesia.
Jika pantun sederhana dengan tema buah dan gunung dirasa usang, seperti :
Buah manggis
Buah pepaya
Nona manis
Siapa punya
Atau,
Disini gunung disana gunung
Ditengah-tengah ada jurang
Jatuh cinta usah termenung
Telat melamar diambil orang
Maka cobalah membuat pantun sederhana, karena dalam keseharian pun pantun dapat kita lestarikan, sesuai kadar pemahaman kita dengan bahasa sehari-hari. Berikut contohnya :
Di pasar
Rumah kamu dekat pasar
Jalan kesana sudah bagus
Nanti pulang aku yang antar
Tak perlu segan, aku tulus
Di jalan
Maskernya dipakai rapi
Jangan sampai lepas dijalan
Titip salam buat mami papi
Izin anaknya diajak makan
Di minimarket
Ambil saja kembaliannya
Maaf, saya sumbang uang recehan
Besok pagi saya belanja
Malamnya, bolehlah ajak kamu jalan?
Contoh d iatas adalah pantun dengan tema gombal atau saat ini disebut modus, pembaca dapat membuat dengan tema lain yang dirasa lebih sesuai.
Patut ditunggu keputusan sidang UNESCO untuk segera menetapkan pantun Melayu menjadi warisan budaya tak benda dunia.
Pantun adalah warisan budaya, maka tak perlu malu berpantun untuk melestarikan kebudayaan. Bukankah akan lebih malu, jika dimasa depan kebudayaan bangsa kita hilang atau diambil orang.
#Bulan Bahasa dan Sastra.
#Pantun Budaya Bangsa.
*Silakan berpantun di kolom komentar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H