hampir tak ada sisa untuk dinikmati saat pensiun
kalo pun ada biasanya berupa aset-tetap yg dipakai sendiri agar tetap terlihat keren dan itupun sdh diincar para calon ahli waris (anak/mantu) yg siap "ribut bertempur bunuh2an" rela pecah keluarga asal kecipratan.. --makin kasihan lg kl bakal warisan itu didapat dr hasil kkn saat berkarir punya kuasa
kl pun aset itu dijual umumnya bukan utk hepi2 selama pensiun, tapi untuk bakal dibagi2 waris atau krn sdh ga kuat biaya pemeliharaan plus biaya gengsi gaya hidup yg hrs dilakoni atau malah utk biaya pengobatan sakit aneh2 --yg obatnya jg aneh2 harganya
Jadi di negara sini fokusnya terbalik, bukan pada pensiun, tapi karir.
Semua energi diarahkan untuk karir.
Padahal di sini nilai keluarga begitu dipuja.
Yang fokus satu saja di karir atau keluarga lantas habis dibully or dihinadina--Â apalagi yang gagal.
Tuntutannya jelas, harus sukses di karir dan sukses bikin keluarga.
Lalu muncul konflik karir-keluarga, muncul diskriminasi gender-role.
Muncul puncak kelelahan setelah bertarung berkarir seminggu.
Banyak yang cari solusi, saat wiken, libur dan cuti jadi pelampiasan.