Menurut Masood, industri bola sepak di Tiongkok memberikan bahan mentah yang lebih murah dengan biaya tenaga kerja yang juga sangat murah. Bahkan Masood menyebut bahwa empat perlima dari bahan baku di pabriknya di impor dari Tiongkok. "Lebih murah mengimpor bahan baku dari sana dibanding membeli bahan baku di Pakistan," kata Masood.
Masood sendiri menampik jika pabriknya ini membayar para tenaga kerja dengan harga sangat murah dan tak mempedulikan soal keselamatan serta kesehatan. Ia menyebut para buruhnya dibayar 8000 ruppe atau setara dengan 80 dolar per bulannya, plus mendapat asuransi kesehatan dan hadiah uang tunai jika ada anak buruhnya yang melangsungkan pernikahan.
Soal minimum pembayaran untuk para buruh bola sepak di Pakistan sendiri tidak ada standarnya, artinya pembayaran per bulan yang dibayar Masood itu bisa sewaktu-waktu berubah tergantung pada keuntungan perusahaan. Masood pun mengatakan bahwa jam opersional pabriknya ialah pagi hingga petang hari, ia tak memperlakukan shift malam dikarenakan jarak tempat tinggal para buruhnya yang sangat jauh.
Dengan tidak diperlakukannya shift malam tersebut, maka mau tak mau tiap hari para buruh di kejar target untuk bisa menghasilkan ribuan bola sepak. Masood malah menyebut bahwa industri bola sepak yang justru lebih tidak manusiawi dengan tetap memperlakukan shift malam meski mayoritas buruhnya tinggal sangat jauh dari lokasi pabrik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H